Cintaku Terpaut Di PAUD (episode 4)

Menempuh pendidikan di jurusan yg tidak berdasarkan bakat dan minat bisa berdampak pada aspek psikologis berupa rasa sedih, marah, kesal, semangat belajar menurun maupun perasaan tertekan. Jika mengalami kondisi seperti itu, dipastikan sekolah atau kuliah jadi malas dan daya belajarnya juga rendah.

Begitu juga yang saya alami waktu itu. Selama satu tahun menjalani kuliah di jurusan akuntansi terasa "bete" maksimal. Selain kuliah, saya juga berusaha aktif ikut kegiatan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) berupa kajian-kajian keislaman.

Hal itu tidak membuat semangat belajar saya tumbuh. Kegiatan di LDK hanya monoton seperti itu-itu saja sehingga sangat sepi peminat. Apalagi mahasiswi yang aktif mengikuti kebanyakan yang sudah pakai jilbab, jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari alias sedikit sekali.

Materi kajian yg pernah saya ikuti tentang larangan pacaran, pentingnya berdakwah, maupun hal-hal seputar muslimah. Nilai-nilai keislaman itu kebanyakan sudah pernah saya dapatkan ketika sekolah di SMA Muhammadiyah 2 Yogya. Khusus tentang larangan pacaran, itu saya pegang kuat sehingga waktu dapat kiriman 2 surat cinta dari teman remaja masjid dan teman SMA pun tidak saya balas.

Masa kuliah tahun pertama punya teman dekat namanya Endang Sulistyowati dari Salatiga. Tugas-tugas kuliah sering saya kerjakan bersama dia di tempat kosnya belakang kampus. Jika libur saya sering main dan menginap ke Salatiga. Rumahnya di daerah perbukitan, masih sangat alami dan saya sangat suka suasana seperti itu.

Dia juga sering main ke rumah sehingga ortu pun tahu kalau saya punya teman akrab dia. Meskipun akrab, pertemanan kami baru sebatas ke hal-hal yang berhubungan dengan urusan kuliah. Ketika punya masalah pribadi di luar kuliah, saya lebih nyaman menuliskannya ke buku diary dan mencoba cari solusi sendiri.

MEMASUKI KULIAH SEMESTER 3

Waktu itu saya bersama Endang selesai mengikuti salah satu mata kuliah, kami berjalan menuruni anak tangga dari ruang kuliah lantai 2 menuju lantai 1. Begitu sampai ke lantai 1 mata saya tertuju pada sebuah pengumuman yang sangat jelas terbaca. Judulnya "Pendakian Massal Gunung Lawu".

Secara spontan saya bilang ke Endang "Ayo Ndang melu iki". Endang nampak kaget dengan ajakan saya. Dia menjawab "Lhoh Tris...kowe pengin melu thoh ? Tak pikir nek wis nganggo jilbab ki ra seneng kegiatan ngene kie, jane aku wis suwe pengin melu MAPALA tapi kelase dewe kok ra ono sik melu". Saya jawab, "Yo wis ayok ndaftar wae. Kanggo refreeshing..tombo strees...aku rasane wis bosen banget kuliah".

Akhirnya saya dan Endang ke sekretariat MAPALA untuk daftar. Ada surat rekomendasi yang harus di tanda tangani ortu. Saya di tanya oleh panitia tentang motivasinya ikut MAPALA. Saya jawab dengan mantap,"pengin melatih mental".

Selang beberapa hari Endang sudah membawa surat ijin dari ortunya. Sementara saya belum, harus melalui proses yang berbelit-belit. Waktu itu bapak tidak langsung kasih tanda tangan.

Ketika surat rekomendasi itu saya tanyakan lagi ke bapak, beliau membaca kembali dan tertegun lama sekali. Bapak bilang "melu kegiatan kie oleh tapi mbok sik ora berbahaya". Adik saya yang laki-laki menimpali " Cah wedok kok melu ngono kui ! Mbak Tris nek dikandani wong tuo ora usah ngeyel".

Mendapat perlawanan seperti itu saya bilang akan berhenti kuliah kalau tidak di ijinkan. Bapak akhirnya dengan berat hati menandatangani surat tersebut dan menasehati agar selalu berhati-hati dalam pergaulan dan kuliahnya jangan sampai keteteran. Rasanya waktu itu seneng banget..mak nyesss..Saya jawab "tenang pak...Insya Allah amanah tak pegang..maturnuwun".

Mungkin kondisi jiwa petualangan saya waktu itu memberontak pengin di salurkan karena selama SMA dan kuliah tahun pertama sempat tersumbat, "full" menjadi "anak rumahan".

Ibu pun akhirnya juga mendukung kegiatan saya dì luar kuliah dan hanya berpesan agar kuliah dan kerjaan rumah tidak sampai terbengkalai.

Akhirnya saya dengan Endang daftar jadi anggota MAPALA. Kegiatan pertama adalah pendakian massal ke gunung Lawu. Pendakian pertama ini cukup membuat saya terpesona karena berhasil mencapai puncak. Waktu itu lagi mekar-mekarnya bunga edelweiss yg berwarna warni sehingga pemandangan puncak Lawu sangat indah sekali. Pengalaman pertama yg luar biasa...

Kegiatan selanjutnya sebagai calon anggota baru harus mengikuti DIKLATSAR selama 6 hari di Kalikuning. Kita di kasih materi tentang kode etik pencinta alam, navigasi darat, survival, kepedulian lingkungan, reypling, mountainering, tali temali, SAR, dsb.

Tahap tiga harus mengikuti susur pantai dan selanjutnya ikut pendakian ke gunung Merbabu untuk pelantikan. Saya dapat penghargaan sebagai peserta putri yang mencapai puncak nomor 1.
  Pelantikan di Puncak Merbabu

Melihat saya ikut MAPALA, ada reaksi kontra dari teman-teman LDK. Mereka menyayangkan keputusan saya. Ada 2 teman menemui saya,"Tris..kamu itu kan udah pakai jilbab..kenapa ikut MAPALA sich? Apa manfaatnya? Itu menyalahi fitroh kita sebagai wanita lhoh". Saya hanya membalas dengan senyum dan berlalu. Toh kalau saya jelaskan alasannya juga mereka gak bakalan paham dan setuju.

Lain waktu di tanya lagi,"Tris...kalau berada dipuncak gunung ngapain? Foto-foto yaa?". Setiap di tanya seperti itu saya hanya senyum dan berlalu meninggalkan mereka. Tetapi setiap ada kegiatan kajian LDK masih sering ikut.

Teman-teman sekelas yang laki-laki juga meledek, setiap ketemu saya atau Endang selalu berucap,"salam rimba !". Sampai Endang bilang,"Tris..kok konco-konco sajak kepiye awake dewe melu MAPALA. Aku dadi pekewuh nek ketemu". Saya jawab,"cuek wae Ndang rasah di pikir! awake dewe kan ora ngrugekke konco".

Pandangan teman-teman ke kegiatan MAPALA memang sangat negatif. Mungkin karena penampilan sebagian besar para anggotanya yg terkesan"liar dan urakan". Ciri khasnya rambut gondrong, celana jeans sobek-sobek, perokok berat, suka mabok, kuliah gak lulus-lulus plus sering nongkrong di pos satpam. Itu yg terlihat, pada hal tidak semua anggota seperti itu. Karena anggota putri yg berjilbab cuma saya sehingga mungkin waktu itu terkesan aneh di kalangan teman-teman.

Saya terinspirasi oleh sebuah majalah Islam Tarbawi yg membahas tentang obyek dakwah yang harus di garap. Judul head linenya "Berbaur Tetapi Tidak Lebur". Di jelaskan bahwa dakwah harus menyentuh di semua elemen masyarakat. Saya pun ingin membuktikan, meskipun bergaul dengan teman MAPALA tetapi tidak akan terbawa arus, justru sebisa mungkin akan mencoba mewarnai.

Hal itu terbukti ketika di bulan Ramadhan ada kegiatan yg diadakan oleh LDK justru teman-teman MAPALA yg meramaikan. Saya selalu memotivasi ke teman-teman agar hidup yg hanya sekali ini jangan sampai di sia-siakan dengan perilaku negatif.

Ada perbedaan yg menganga antara dua organisasi kemahasiswaan tsb. Teman-teman MAPALA punya jiwa sosial tinggi sementara teman-teman LDK dalam bergaul terkesan sangat eksklusif sekali. Saya yg berada di dua komunitas tersebut mencoba untuk mencari sisi-sisi positifnya saja.

Karena anggota MAPALA sangat beragam, berasal dari beberapa daerah dan dari berbagai macam latar belakang agama, suku dan budaya membuat saya harus belajar untuk beradaptasi.

Di sinilah saya mendapatkan ketrampilan hidup di tengah-tengah perbedaan. Saya belajar untuk toleransi, empati, tanggung jawab, kerjasama, tolong menolong, peduli, kerja keras, optimis, memotivasi diri dan tidak mudah menyerah.

Keterampilan sosial saya pun tumbuh dan berkembang secara alami melalui kegiatan di alam terbuka,  bukan di ruang-ruang kuliah.

Di lingkungan MAPALA biasanya setiap anggota punya nama panggilan khusus seperti lumut, badak, cempe, bu bangun, Mr Bean, srundeng, klowor, dsb. Tidak lengkap rasanya kalau tidak punya nama panggilan.

Mungkin karena saya dipandang suka membantah maka dapat julukan Boncel, nama tokoh dalam sandiwara radio yg berkarakter "ngeyel" dan punya perawakan kecil. Saya sendiri merasa bahwa itu bukan sikap "ngeyel" tetapi suatu keteguhan sikap.

Saya memang sering mengkritisi hal-hal yg kurang baik dari segi agama, misal: jangan sampai meninggalkan sholat meskipun berada di hutan, kalau tidur dibuat terpisah antara putra dan putri, kaos seragam dibuat lengan panjang, ketika upacara di puncak harus diselipkan do'a, dsb.

Ketua MAPALA waktu itu mas Dwi yg biasa di panggil "srundeng". Beliau sosok senior yg sangat perhatian pd anggota. Beberapa masukan dari saya pun di terima. Beliau jg yg sering membangunkan saya untuk sholat subuh. Biasanya saking capeknya jalan, saya sering ketiduran sampai pulas. Ketika niat kita baik ternyata Allah pun mempertemukan kita dengan orang baik.

          Di lereng Merapi 
            (Mila, mas Jito, mas Dwi, saya & Endang)

Semenjak ikut MAPALA itulah saya jadi semangat kuliah dan gairah belajar tumbuh sehingga timbul dorongan untuk mencintai jurusan akuntansi. Ketika ada tugas dan merasa kesulitan, saya tanya ke teman-teman yg sudah paham. Sering saya main ke tempat kos mereka hanya untuk sekedar minta di ajari materi yg belum paham.

Menapaki hari tanpa dinamika bagi saya memang sangat membosankan. Dengan ikut MAPALA maka hidupku jadi penuh warna. Ada saatnya serius memahami materi kuliah tapi ada saatnya rehat mengendorkan urat syaraf melalui kegiatan alam bebas.

Mungkin itu yg dinamakan keseimbangan fungsi otak kanan dan otak kiri sehingga hidup menjadi lebih hidup. Hampir setiap ada tanggal merah pasti buat agenda mendaki, entah itu ke Merapi, Merbabu, Lawu atau gunung lain. Selain itu jg mengadakan kegiatan sosial seperti donor darah, bakti sosial ketika ada bencana maupun bersih gunung. Waktu itu saya merasa telah menemukan diri saya yg asli hadir kembali.

       Puncak Selamet

                                                                       Puncak Welirang

         Puncak Semeru
         Bersama Rahmi & Uwik

Selama aktif di MAPALA, dua kali saya di ikutkan lomba lintas alam. Yg pertama di Magelang dapat juara 2. Yg ke dua lomba lintas alam tingkat nasional di Cibodas dengan rute Geger Bentang, Gunung Putri-Gede- Pangrango selama 5 hari. Lomba ini di adakan oleh Green Ranger dalam rangka memperingati meninggalnya Soe Ho Gie seorang aktivis di era Presiden Soekarno yg meninggal di lereng Semeru.

Peraturan lomba tersebut sangat ketat penilaiannya dan banyak kelompok yg gugur ditengah jalan. Baru etape pertama Endang mengalami keseleo kaki sampai bengkak sehingga sebagian barang bawaannya saya bawakan dan jalannya juga harus di bantu. Tetapi berkat usaha keras, semangat, kerjasama dan do'a akhirnya kami dapat melewati semua etape. Kelompok saya berhasil meraih juara 3 kategori peserta putri.

Selain tropy, kami juga dapat medali dan uang pembinaan. Pulang lomba mampir jalan-jalan ke kota Bandung dan mas Dodo kakak senior bilang,"kalian mau minta hadiah apa?". Endang jawab,"manut Tris wae mas soale deweke sik paling rekoso". Saya bilang kalau pengin sekali punya tas pinggang. Akhirnya kita bertiga dibelikan tas pinggang kembar warna coklat.

                                                         Padang Savana Gunung Pangrango

Sejak aktif di MAPALA, kegiatan bikin kerajinan kristik berhenti total karena bapak meminta saya membantu mengelola usahanya. Saya diminta mencatat administrasi, nyiapkan kuitansi dan menerima setoran uang dari tenaga loper (antar koran). Untuk pekerjaan ini bapak selalu ngasih honor ke saya di luar uang saku. Uang tersebut yang sering saya gunakan untuk membiayai kegiatan di MAPALA.

Selain aktifitas kampus, saya juga mulai aktif di organisasi muda-mudi kampung, BKPRMI Kecamatan Banguntapan dan Karangtaruna Kelurahan Banguntapan. Sebagai anak Dukuh, waktu itu juga wajib mengikuti pembinaan politik yg biasanya di isi oleh bapak Lurah. Semua anak-anak pamong desa di arahkan untuk mencoblos Partai Golkar. Saya pun selalu hadir setiap ada pembinaan semacam itu.

Dengan aktifitas berorganisasi sepadat itu, sempat berpikir untuk minta di belikan motor dan komputer. Tapi mengingat komitmen saya untuk tidak membebani ortu maka saya tepis keinginan itu semua.

Saya mencoba menggunakan fasilitas yg ada. Kuliah masih tetap pakai sepeda federal dan untuk urusan ketik mengetik pakai jasa rental komputer. Kalau ada motor nganggur punya bapak atau adik baru saya pakai. Adik laki-laki saya yg sering sewot dan mengeluh,"Mbak Tris nek nganggo motor waton ngglinding..ra tau gelem mbesuti ro nukokke bensin". Akhirnya dia minta ke ortu untuk ganti motor king..yah saya hanya bisa gigit jari.

#ibroh ketujuh: Beri kesempatan pada anak untuk mengembangkan diri melalui kegiatan berorganisasi. Hal ini akan mempermudah anak menemukan potensi dirinya. Anak pun akan memiliki "soft skill" yg sangat berguna untuk bekal hidupnya.

Alhamdulillah waktu terus berjalan dan tidak terasa masa kuliah pun berakhir. Saya lulus dengan memperoleh IPK 3,46. Waktu itu bapak menawarkan untuk melanjutkan ke jenjang S1 tetapi saya tidak mau. Saya minta ijin untuk merantau cari kerja di wilayah Jabotabek karena banyak teman kuliah yg pada ke sana termasuk Endang.

Tetapi ke dua ortu tidak memberi ijin. Bapak bilang,"wis mbantu aku wae ngurusi koran". Dalam hal ini saya tidak berani menentang. Yaa..rasanya iri lihat teman-teman begitu mudahnya dapat ijin ortunya merantau ke luar daerah.

Akhirnya saya coba melamar di pabrik kenalpot sebagai administrasi keuangan. Tidak sampai setahun pabriknya gulung tikar terkena imbas krisis moneter.

Dalam waktu bersamaan, bapak merintis usaha warnet yg lagi booming saat itu dan menyewa sebuah kios di daerah Kotagede. Saya di minta bapak untuk jaga warnet tersebut sambil tetap membantu mencatat administrasi usaha agen surat kabar.

Saya bantu mengelola warnet hanya bertahan 2 tahun. Saya merasa kalau bekerja ikut ortu kurang ada tantangannya karena berada dalam zona nyaman. Saya bilang ke bapak kalau mau cari pengalaman bekerja memanfaatkan ijazah, kebetulan waktu itu ada info lowongan di PT SSU milik Muhammadiyah. Saya coba daftar sebagai staff accounting dan di terima.

Selama bekerja di PT SSU sering bertemu para tokoh Muhammadiyah seperti Bapak Syafi'i Ma'arif, Bapak Sukriyanto putranya Pak AR Fahrudin, Pak Haidar Nasir, dll yg menjadi komisaris perusahaan tersebut. Meskipun status saya sebagai staff accounting tetapi prakteknya sama direktur sering di beri tugas tambahan.

Ketika ada perekrutan karyawan, saya di minta bantu manajer bagian SDM, ketika sekretaris tidak masuk saya yg di minta bantu mengetik surat-surat, kalau bagian swalayan ada karyawan yg tidak masuk, saya juga yg di minta lembur sampai malam menemani kasir. Pernah saya di perbantukan ke bagian pembelian barang melayani para sales. Para sales sering komplain karena tagihan tidak lancar dan saya yg harus menghadapinya.

Dengan pola kerja seperti itu membuat saya merasa di perlakukan tidak adil karena sebenarnya ada karyawan lain yg juga bisa di perbantukan. Saya mengkritisi kebijakan direktur tetapi malah kena marah. Direkturnya dari latar pendidikan Filsafat sehingga saya sering di buat pusing tidak bisa memahami jalan pikirannya.

Kalau perusahaan akan di audit, semua bagian accounting pada sibuk membuat laporan keuangan yg di perlukan beserta semua bukti transaksinya. Saya paling pusing kalau menghadapi audit.

Akhirnya kuputuskan untuk mengundurkan diri. Hari pertama saya tidak kerja, bapak tanya,"kok ora mlebu kerjo ki prei po Tris?". Saya jawab,"kulo pun mengundurkan diri pak, mumet kerjo ten bagian keuangan". Bapak bergumam,"wong liyo wae kangelan golek gawean, kok kowe sik wis kerjo malah metu".

Selanjutnya saya melakukan kontrak kerja dengan BPS sebagai tenaga listing. Sebagai petugas listing, saya sering ke lapangan mencari data yg di butuhkan. Banyak hal yg saya temui ketika melakukan pendataan, pernah saya di kira sales sehingga orang tidak mau membukakan pintu. Pernah juga mendata ke keluarga Nasrani, ketok-ketok pintu yg keluar anjingnya hingga saya di kejar-kejar.

Pak Mulyono selaku fasililator BPS pesan,"Mbak Tris di tlateni mawon leh kontrak kerja ten BPS, biasane nek kantor buka lowongan sik di utamakan petugas listing". Saya tanya,"nek ten kantor kerjone nopo pak?". "Entry data ke komputer," jawab Pak Mulyono. "Walaahh mboten minat pak", jawab saya.

Kontrak kerja di BPS selesai, saya mencoba melamar di LSM MPI (Mitra Pendidikan Indonesia) sebagai part time trainer. Info tersebut saya dapatkan melalui surat kabar KR. Syarat yg dibutuhkan: pendidikan minimal D3, punya pengalaman organisasi, sanggup bekerja keras, dan menyukai tantangan.

Berdasarkan tes tertulis dan wawancara akhirnya saya lolos. LSM MPI ini sasaran programnya para pemuda putus sekolah yg di latih untuk berwirausaha. Mereka di bentuk kelompok-kelompok sesuai wilayah.

Saya begitu menikmati kerja di LSM. Tugas saya melakukan pendampingan ke kelompok binaan yg mendapatkan modal usaha.

Banyak ilmu yg diperoleh karena para trainer di bekali pengetahuan seputar pendampingan. Kita juga sering mendapatkan pelatihan-pelatihan. Kalau melakukan pendampingan waktunya menyesuaikan kelompok binaan dan seringnya malam hari. Pulang malam sampai jam 11-12 hal biasa bagi saya yg waktu itu masih single.

Setelah menikah, aktifitas keluar rumah mulai saya kurangi karena beberapa hal. Salah satunya karena ortu sering menanyakan ikhtiar saya dan suami yg sampai 3 tahun belum jg dapat momongan. Keponakan saya yg masih SMA saat itu berkomentar,"makane...nek karo cah cilik ki sik gemati". Kalimat tersebut membuat saya "mak jleb"..benarkah ? @trismiati









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Manfaat Kegiatan Eksplorasi Alam

Ketika anak berada pada masa emas (0 - 5 tahun), otak anak mengalami perkembangan yang sangat dahsyat yaitu sekitar 80 %. Pada masa sensitif...

Popular Posts