Pengalaman Mengajar Anak Hiperaktif

MENJADI HEBAT SI HIPERAKTIF



  ( Alif yang berdiri paling kiri nampak ceria )


Anak usia dini identik dengan perilaku penuh ceria, aktif bergerak, suka bertanya, berlari kesana kemari, memanjat, memainkan sesuatu, membongkar pasang mainan dan sebagainya. Tingkah laku anak seperti ini sangat wajar karena masa kanak-kanak memang merupakan masa seseorang mengeksplorasi lingkungan sekitarnya dengan berbagai macam aktivitas gerak fisik motorik. Pada usia ini perkembangan motorik dan syaraf anak akan mencapai kematangannya sehingga disebutkan masa ini sebagai masa emas atau golden age. Masa emas ini hanya terjadi sekali seumur hidup. Apabila dalam masa ini anak tidak distimulasi secara maksimal akan berpengaruh pada perkembangan selanjutnya.
           Diantara tingkah laku anak-anak tersebut terdapat anak yang aktivitas geraknya sangat berlebihan dibandingkan anak pada umumnya. Anak-anak seperti ini biasanya  sangat sulit diatur untuk bersikap lebih tenang, ia berlari kesana kemari, memanjat apa yang bisa dipanjat, mengambil barang yang ada untuk selanjutnya memainkannya sebentar lalu dibuang begitu saja. Ia bergerak tanpa tujuan jelas dan seakan tidak pernah merasakan lelah. Bisa jadi anak ini mengalami gangguan yang dikategorikan sebagai anak hiperaktif. Anak hiperaktif adalah anak yang mempunyai tingkat keaktifan lebih dan seringkali mengarah ke autisme sehingga dapat mengalami gangguan dalam berinteraksi sosial, komunikasi, pemikiran, serta mengalami gangguan dalam pola memusatkan perhatian. Para ahli sepakat ada kerusakan kecil pada sistem saraf pusat dan otak sehingga rentang konsentrasinya sangat pendek dan sulit untuk dikendalikan. Dalam istilah kedokteran gangguan ini dikenal sebagai Attention Deficit Discroder (ADD) atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
Faktor-faktor penyebab anak hiperaktif sebagian besar masih didominasi oleh sifat genetik atau adanya keturunan dari silsilah keluarga. Faktor lain karena pengaruh lingkungan, malfungsi otak, epilepsy, ada gangguan di kepala seperti gegar otak, trauma kepala karena persalinan, infeksi, keracunan, kekurangan sumber gizi penting yang membantu perkembangan otak motorik anak, dan elergi makanan. Gangguan ini tidak begitu kentara, karena anak tidak mengeluh rasa sakit   walaupun sebenarnya telah terjadi gangguan pada susunan saraf pusat. Ciri-ciri anak hiperaktif baru terdeteksi setelah usia empat tahun (usia awal sekolah) yang dapat dilihat dan dibedakan dengan anak normal pada umumnya.
Ada beberapa karakterisitik anak hiperaktif menurut para ahli yang perlu diketahui oleh para orangtua dan guru, yaitu:
1. Mungkin ketika usia bayi, anak sering menangis terus menerus dan suka berteriak.
2. Memiliki pola tidur yang tidak teratur dan sering terbangun pada malam hari.
3. Rentang perhatian yang kurang sehingga anak mudah lupa dan tidak tuntas dalam mengerjakan           setiap tugas, bahkan cenderung menghindari tugas yang diberikan guru. 
4. Memiliki perilaku impulsif (bertindak sekehendak hatinya) yang menyebabkan anak tersebut              sulit diterima temannya karena sering menunjukkan perilaku negatif seperti merebut barang atau         mainan punya teman, tiba-tiba memukul teman atau merusak barang-barang yang ada                           disekitarnya. Teman-temannya pun akhirnya memberikan label bahwa ia anak nakal.
5. Tidak bisa diam, selalu bergerak kesana kemari ketika proses belajar mengajar berlangsung                 sehingga mengganggu konsentrasi anak lain. Gurupun sering kewalahan menghadapi situasi               lingkungan belajar seperti ini.
6. Apa yang dilakukan tanpa tujuan. Sebagai perbandingan, anak superaktif naik ke atas meja                 untuk mengambil sesuatu tetapi anak hiperaktif naik turun meja tanpa tujuan, ini dilakukan                 secara berulang-ulang.
7. Mudah marah dan frustasi jika anak tidak bisa atau belum selesai mengerjakan sesuatu. Bentuk           kemarahannya ditunjukkan dengan perilaku yang kadang sulit untuk dimengerti.
8. Sering melakukan kesalahan atau kecerobohan yang menimbulkan kecelakan-kecelakaan kecil.

    Berdasarkan beberapa karakterisitik di atas, maka jika di kelas ada anak hiperakif dapat dibayangkan kondisi kelas akan sangat gaduh dan tidak kondusif untuk pembelajaran. Sangat dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak untuk menangani anak hiperaktif. Faktor lingkungan sekitar, peran orangtua/guru/pengasuh, dokter terapi, dan psikolog merupakan faktor penting dalam mendukung upaya penyembuhan anak hiperaktif atau setidaknya membantu mengurangi kebiasaan buruk dan pola tingkah laku aneh yang sering muncul.
       Sebuah tantangan sekaligus pengalaman sangat berharga bagi saya yang pernah memiliki murid terindikasi sebagai anak hiperaktif. Sebagai guru profesional kita seharusnya menerima apapun kondisi anak dengan penuh keikhlasan dan kesabaran karena semua anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak agar potensi yang dimiliki dapat berkembang optimal. Tak terkecuali dengan anak hiperaktif, mereka harus ditangani secara tepat agar tidak mengganggu proses belajar mengajar yang dapat merugikan diri anak itu sendiri maupun teman lainnya. Ada rasa puas ketika saya dapat kesempatan mendampingi anak hiperaktif selama dua tahun dan dapat membantu menyelesaikan persoalan yang timbul akibat dari perilaku hiperaktifannya itu. Terlebih lagi banyak pengalaman berharga yang saya dapatkan dan itu sangat berguna untuk menunjang dalam menjalankan amanah sebagai seorang guru. Melalui tulisan ini, penulis ingin berbagi sedikit pengalaman dalam menangani anak hiperaktif khususnya ketika berada dikelas. 
        Namanya Alif, ketika masuk kelas A1 (kelas saya waktu itu) sudah berusia 4 tahun. Sebelumnya dia masuk kelas Kelompok Bermain (KB) selama 1 tahun dan di kelas Batita 2 tahun. Selama rentang masa 3 tahun tersebut perkembangan Alif dinilai dari berbagai aspek ternyata belum berkembang sesuai dengan harapan, jauh tertinggal dengan teman-temannya dalam satu kelas. Dia paling lambat bicara, berjalan dan kemampuan fisik motoriknya juga belum berkembang sesuai tahapan usianya. Mulai memasuki TK A perilaku Alif semakin nampak jelas terlihat sangat beda jauh dengan anak-anak lain di kelas A1. Beberapa karakterisitik anak hiperaktif seperti diatas sebagian besar ada pada diri Alif. Ketika pembelajaran berlangsung Alif belum bisa duduk tenang, ia selalu berpindah-pindah tempat kesana kemari sambil menyeret kursi yang dipakai untuk duduk sehingga teman-temannya merasa terganggu dengan perilakunya. Bahkan sering tiba-tiba Alif memukul temannya tanpa sebab. Apalagi jika Alif menginginkan mainan atau benda yang dibawa teman langsung merebutnya. Kemampuan bicaranya juga belum bagus, tidak terdengar jelas apa yang diucapkan dan sering berteriak teriak kegirangan. Ketika kegiatan sholat pun Alif hanya berlarian tidak tentu arah, bahkan sering menabrak temannya yang lagi sholat sampai terjatuh. Dari sisi kemandirian juga masih sangat kurang, Alif sangat tergantung dengan bantuan orang lain.  Di kelas masih sering ngompol di celana, belum bisa melepas baju dan celana, belum bisa menalikan sepatu, belum bisa membuka botol minum, menaruh tas miliknya tidak pada tempatnya, buang sampah masih sembarangan dan hal-hal kecil lainnya yang seharusnya sudah bisa dilakukan anak seusianya. Mungkin karena pola asuh dari orangtua maupun kakek neneknya yang terlalu memanjakan sehingga apapun menjadi sebuah ketergantungan dan menimbulkan kemalasan pada dirinya. Apa-apa yang menjadi keinginan Alif selalu dipenuhi, bahkan setiap pagi ketika akan masuk ruang kelaspun Alif tidak dibiarkan jalan sendiri tetapi masih digendong seperti waktu masih kelas KB. Saya sebagai guru pendamping bersama wali kelas waktu itu merasa kewalahan apalagi dalam satu kelas itu juga ada anak yang baru masuk dan punya perilaku temper tantrum yang juga sangat butuh pendampingan khusus. Mendapatkan amanah mendampingi dua anak “special” tersebut membuat saya tambah semangat untuk mencari informasi bagaimana cara penanganannya melalui buku-buku bacaan maupun konsultasi dengan psikolog. Setiap selesai sholat dhuha tak lupa saya sisipkan do’a buat mereka agar senantiasa diberi kemudahan untuk menjadi lebih baik. Selain do’a tentunya diperlukan juga sebuah upaya agar dalam mengelola kelas A1 bisa terkondisi dengan lebih baik.
Yang pertama kali kami lakukan adalah mengkomunikasikan kondisi Alif dengan orangtuanya. Ini tidak mudah karena orangtua Alif bersikukuh berpendapat kalau anaknya normal, tidak ada kelainan apapun. Ketika kami mengusulkan untuk diperiksakan ke dokter spesialis anak atau konsultasi ke psikolog pun mereka tidak merespon dan mengatakan bahwa kami selaku gurunyalah yang kurang perhatian pada Alif. Melihat ayah ibunya yang semuanya bekerja, justru bisa dipastikan merekalah yang kurang perhatian pada anaknya. Di luar jam sekolah, Alif diasuh oleh kakek neneknya karena ibunya bekerja pulang sampai jam 7 malam. Meskipun sikap orangtua Alif seperti itu, tidak mengurangi semangat kami dalam melakukan pendampingan sebaik mungkin.Yang menjadi titik fokus perbaikan kami waktu itu tentang kemandiriannya dulu, minimal bisa mengurus dirinya sendiri dimulai dari hal kecil seperti membuka botol minum, BAK/BAB sendiri, memakai sepatu, dan lain-lain. Awalnya agak susah karena Alif selama ini selalu dibantu, tetapi dengan memberikan reward/penghargaan berupa kata-kata “anak hebat” akhirnya Alif termotivasi untuk mencoba berusaha mandiri.
Semester satu telah terlewati dengan membawa banyak perubahan pada diri Alif khususnya tentang kemandiriannya. Dia sudah bisa memakai dan melepas sepatu sendiri, menaruh barang sesuai tempatnya, mau merapikan mainan selesai digunakan, dan ketika ingin pipis sudah mau ke toilet meskipun harus diantar guru. Untuk keaktifannya mengikuti pembelajaran masih terus didampingi secara khusus dan terus menerus diberi motivasi berupa kata-kata sanjungan sebagai “anak hebat”.
Awal semester dua sikap orangtua Alif belum berubah. Mereka masih terobsesi agar Alif di kelas A sudah bisa membaca dan menulis, padahal kemampuannya untuk bisa konsentrasi saja masih sangat kurang. Bahkan obsesi mereka diwujudkan dengan mendatangkan guru les baca tulis kerumahnya. Karena kesadaran orangtua Alif terhadap kondisi anaknya masih seperti itu akhirnya saya punya ide untuk merekam perilaku dan tingkah polah Alif pada saat kegiatan pembelajaran di kelas dengan menggunakan HP.
Pada saat laporan hasil belajar semester kedua (serah terima raport), orangtua Alif hanya mengkritisi kemampuan bacanya, tidak memberikan apresiasi sama sekali tentang kemandiriannya yang sudah mulai terlihat. Akhirnya rekaman yang ada di HP saya perlihatkan dan nampaknya mereka mulai menyadari bahwa Alif memang beda dengan teman-temannya. Dalam video itu terekam dengan jelas ketika pembelajaran teman-temannya bisa menyimak dengan tenang tetapi Alif berlari-lari tanpa henti. Ada juga rekaman yang menunjukkan ekspresinya ketika dikelas tampak malas-malasan tidak mau mengerjakan tugas dari guru sementara semua temannya asyik mengerjakan tugasnya. Ada juga rekaman ketika dia marah dan mengganggu temannya.
Usaha kami untuk menyadarkan orangtua Alif membuahkan hasil. Memasuki TK B komunikasi kami dengan orangtua Alif semakin membaik dan mereka mulai terbuka menerima masukan dan saran yang kami sampaikan. Dirumah pun Alif sudah tidak dipaksa ikut les membaca lagi, tetapi diberi pendamping seorang psikolog. 
      Di kelas B1 ada pergantian patner mengajar, kebetulan yang mendapat amanah mendampingi anak A1 naik ke kelas B1 adalah saya tetapi dengan wali kelas berbeda. Dari awal wali kelas B1 menyerahkan saya dalam hal pengelolaan kelas dengan alasan sayalah yang lebih tahu tentang perkembangan anak A1. Dengan jumlah anak dari A1 sebanyak 22 ditambah lagi ada 2 anak baru pindahan dari luar dan 2 anak yang tinggal kelas sehingga semua berjumlah 26 (18 laki-laki dan 8 anak perempuan), tentunya menjadi tantangan tersendiri untuk mengelola kelas agar kondusif. Apalagi ada 2 anak special (hiperaktif dan temper tantrum) dan 2 anak yang masih tinggal kelas termasuk anak yang superaktif menjadikan kami berpikir keras mencari cara agar semua anak dapat terlayani dengan baik. Khusus untuk Alif karena memasuki kelas B sudah lebih mandiri maka perbaikan diarahkan ke perilaku hiperaktifnya. 
        Ada beberapa perilaku yang menjadi titik fokus untuk dikurangi/dihilangkan dan perilaku yang akan dikembangkan. Dalam teknik penanganan, penulis mengaplikasikan pendapat berdasarkan Sugiarmin (2005) berikut ini.

1. Menghilangkan atau mengurangi tingkah laku yang tidak dikehendaki.
        Contoh beberapa perbaikan yang kami lakukan: 
Ketika pembelajaran berlangsung, Alif diminta duduk didekat guru sehingga lebih mudah                   mengontrolnya. Ternyata ini membuahkan hasil, Alif bisa duduk sampai pembelajaran selesai             meskipun harus sering diingatkan ketika ia hendak pergi meninggalkan tempat. 
Mendampingi dalam mengerjakan tugas sampai selesai, ketika merasa bosan guru memotivasi             dan memberi semangat agar mau bekerja sampai tuntas.
Ketika kegiatan sholat belum bisa tenang (masih lari-lari) maka sholatnya harus diulang. Ini                 berlaku untuk semua anak dan sebelumnya sudah disepakati terlebih dahulu aturan tersebut.                Terbukti cara ini sangat efektif, di kelas B Alif mampu melakukan gerakan sholat dari awal                  sampai akhir meskipun matanya belum bisa fokus, masih tengak tengok kanan kiri. 
Memberi kesempatan sesering mungkin pada Alif untuk menjadi imam sholat dan diberi tugas             memimpin cuci tangan. Ini dilakukan agar kepercayaan dirinya tumbuh.
Mendengarkan cerita yang dilaminya dan memberikan umpan balik pada cerita yang                           disampaikan sehingga ketika ada masalah mampu diajak komunikasi mencari solusinya.

2. Mengembangkan tingkah laku yang dikehendaki.
       Perilaku positif tentunya harus dipertahankan dan dikembangkan untuk menjadi lebih baik. Maka perlu penguatan berupa kata-kata pujian maupun bentuk benda/hadiah. Ada beberapa upaya yang kami lakukan, yaitu:
a. Semua anak B1 waktu itu saya buatkan buku dari lembaran kertas HVS dengan cover foto                   masing-masing anak, diatas foto diberi judul “Aku Anak Hebat”. Buku itu digunakan sebagai             tempat menempel bintang yang terbuat dari kertas warna warni sebagai hadiah jika anak-anak             melakukan perilaku positif. Anak-anak semua bangga dengan buku tersebut, mereka sering                 menghitung berapa jumlah bintang yang didapat.
b. Untuk melatih keterampilan sosialnya, kelas B1 dibagi menjadi 3 kelompok. Masing-masing              kelompok dipilih satu anak sebagai ketua yang bertugas memimpin anggotanya melaksanakan            tugas dari guru. Ketua kelompok tiap hari bergantian sehingga semua anak merasakan pernah              memimpin. Alif sengaja dicarikan kelompok yang didalamnya ada anak-anak yang sering mengejek    dan mengganggunya. Sebelumnya guru memberi pengarahan agar semua anggota kelompok                menghargai ketua kelompoknya. Masing-masing kelompok diberi tugas untuk membersihkan kelas   secara bergantian. Pada saat kegiatan pembelajaran, setiap ketua kelompok diberi tugas untuk             mengumpulkan hasil karya anggota kelompoknya. Apabila ada teman satu kelompok yang belum       bisa maka guru menyarankan untuk anak yang sudah bisa membantu temannya yang belum bisa.         Dengan metode kerja sama kelompok seperti ini menjadikan Alif lebih terampil bersosialisasi            dengan orang lain. Sejak duduk di kelas B, Alif sering dibawakan yakult dari rumah untuk    dibagikan ke semua temannya sehingga semakin memperkuat kepercayaan dirinya dan jiwa          sosialnya juga makin berkembang. Karena kemampuan bicaranya juga sudah meningkat, Alif sudah  bisa mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya, mau minta maaf apabila melakukan kesalahan  dan yang lebih hebat lagi ia sangat cepat mengenal flashcards (kartu bergambar yang ada kosa kata)  yang diperlihatkan guru. Ia hafal semua nama teman-temannya dalam satu kelas. 
Akhir semester 2 di kelas B berakhir, usia Alif saat itu masih 6 tahun tetapi orangtuanya bersikukuh untuk memasukkannya ke SD. Padahal kalau mau bersabar satu tahun lagi di TK pasti akan lebih baik lagi perkembangannya. Kami selaku guru sudah berusaha semaksimal mungkin mendampinginya dan hanya bisa mendo’akan semoga Alif kelak menjadi orang yang sholih, bermanfaat bagi dirinya, keluarga dan masyarakat. aamiin

  

1 komentar:

  1. wahh luarr biasa pengalaman yg dibagi,sangat bermanfaat.
    satu kelas 26 murid ya bu,?tenaga pengajarnya berapakah?
    setahu saya satu kelas maksimal 15 anak/murid

    BalasHapus

Artikel Aksi Nyata Modul 3.3

  AKSI NYATA MODUL 3 Alhamdulillah dalam modul 3 ini saya sudah melakukan 3 aksi nyata sesuai dengan sub materi yang ada di LMS, meliputi : ...

Popular Posts