Cintaku Terpaut Di PAUD (episode 2)

Setiap orang secara terus menerus pasti mengalami perubahan perilaku dalam hidup. Perubahan itu terjadi karena di pengaruhi oleh faktor usia, pengalaman, maupun hasil dari belajar di sepanjang hidupnya. 

Begitu juga perubahan yang terjadi pada diri saya ketika memasuki jenjang pendidikan SMP.  Saat awal kelas 1, kondisi emosi saya sebagai remaja awal atau isitilahnya ABG (Anak Baru Gede) masih sangat labil. Apabila menghadapi hal yang kurang menyenangkan misalnya sikap ortu yang nampak pilih kasih, selalu muncul rasa kesal dan sikap reaktif

Kekesalan itu sering saya tumpahkan pada kakak berupa sikap usil untuk mengganggu. Masih teringat ketika kakak baru mandi pagi, buku di dalam tas sekolahnya saya tukar dengan buku lain yang bukan jadwal hari itu. Lain hari sebagian buku saya ganti dengan alat-alat bengkel seperti gunting, tang, obeng dsb. 

Saking kesalnya, pernah hasil karyanya saya gunting sampai hancur berkeping-keping padahal mau dia serahkan ke guru. Biasanya kakak pulang sekolah berurai air mata dan mengadu pada ortu jika mendapat perlakukan seperti itu.

Sikap usil juga saya tujukan ke adik laki-laki. Dia juga termasuk anak spesial bagi ortu karena anak lelaki satu-satunya di keluarga kami yang masih hidup. Ada dua saudara  laki-laki saya yang meninggal waktu bayi. Anak sulung dan anak nomer 4. Maka adik saya itu sangat di manja. Semua keinginannya selalu dituruti ortu terutama ibu. Hal itu juga sering menimbulkan rasa cemburu pada diri saya.

Adik sering sekali mengolok-olok saya dengan sebutan "Tris tholo". Teman bapak ada yang namanya Pak Tris. Beliau jualan hasil pertanian salah satunya "tholo" sejenis biji-bijian yang biasa untuk sayur brongkos. Maka orang menyebutnya Pak Tris tholo.

Biasanya sepulang dari kegiatan berkemah, saya tertular kutu rambut dari teman satu regu. Karena adik mengolok-olok saya "kutuan" maka pada suatu malam saat dia tidur pulas kepalanya saya kasih kutu. Beberapa hari kemudian kutu tersebut beranak pinak dan menimbulkan gatal-gatal di kepalanya. Setelah di kasih tahu kakak kalau yang naruh kutu saya, dia langsung marah dan seperti biasa kami langsung berkelahi "gebug-gebugan" pakai sapu ijuk.

Pernah rambutnya yang agak gondrong saya gunting pendek dan pagi nya sewaktu bangun tidur langsung marah-marah. Sejak saat itu kalau tidur pintu kamarnya selalu terkunci.

Adik juga sering kesal sama saya karena kalau libur sekolah sepeda federalnya saya pakai sampai seharian. Waktu itu saya memang tidak punya sepeda sendiri. Kakak dan adik-adik di belikan sepeda semua. Kakak punya sepeda jengky, adik lelaki punya federal dan adik yang ragil punya sepeda mini hitam. Saya paling suka pinjam federal.

Karena tidak punya sepeda maka kalau berangkat sekolah ya kadang jalan kaki sama mbak Ndarsih (tetangga), bonceng mas Wondo (teman main) atau kalau kakak sikapnya lagi baik ya di perbolehkan bonceng dia (ngantar saya dulu baru menuju ke sekolahnya SMP N 9). Jika sore ada kegiatan  ekstrakurikuler atau pramuka biasanya pinjam sepeda mini punya adik.

Di usia SMP waktu itu, ortu sudah mengharapkan kami membantu pekerjaan rumah. Pekerjaan di rumah memang banyak sekali, apalagi bila masa panen tiba kami juga harus bantu njemur padi. Bapak pernah menyarankan pada ibu untuk mencari pembantu tetapi ibu tidak setuju. 

Akhirnya  kami bertiga bersama bulik Sri (adiknya ibu) yang sering membantu pekerjaan ibu. Kami di beri tanggung jawab tugas sesuai kemauan. Kakak dapat tugas cuci piring dan setrika baju, saya mengepel lantai dan menyapu halaman, sementara adik laki-laki menimba air ke bak mandi setiap pagi dan sore. 

Kakak kalau nyetrika baju hanya yang punya dia, bapak, ibu dan adik-adik saya. Kakak bilang ke saya "klambimu tok setliko dewe !". Karena saya kurang suka nyetrika baju ya setiap malam seragam sekolah cukup saya lipat rapi dan di taruh di bawah bantal. Paginya sudah siap pakai. Bahkan ketika ada rok bagian bawah jahitannya lepas, cukup saya streples karena ingin praktisnya saja..he..he..gak mau terlalu "ribet".

Meskipun masing-masing sudah diberi tanggung jawab pekerjaan rumah, saya paling sering lepas tangan. Bapak biasanya hanya mendiamkan saja dan mengambil alih tugas saya. Justru kakak dan adiklah yang sering mengomel dan menggerutu. 

Pada suatu hari, saya di ajak ngobrol sama bapak. Beliau menyampaikan keinginannya jika saya lulus SMP besok akan di masukkan ke pondok pesantren. Saya hanya diam dan tidak menanyakan alasannya kenapa. Hanya berlalu begitu saja.

#Ibroh ketiga:  Janganlah orang tua suka membandingkan anak satu dengan anak yang lain karena masing-masing tentu punya bakat, kecerdasan dan keunikan tersendiri. Bersikap adillah pada semua anak karena kecemburuan anak kepada saudaranya yang lain dapat menimbulkan perseteruan yang dalam jangka panjang dapat mengganggu keharmonisan keluarga.

Seperti anak ABG lainnya yang baru memasuki fase mencari jati diri dan mulai menjadikan seseorang sebagai idola, saya juga mengalaminya. Mungkin karena terbawa lingkungan pergaulan masa usia SD, yang saya idolakan waktu itu para pemain sepak bola. Saya sampai mengoleksi kliping gambar para atlit sepak bola tanah air. Pernah beberapa kali di ajak bapak nonton liga sepakbola di Mandala Krida. Wah..rasanya seneng sekali bisa melihat langsung tokoh idola.

Pelajaran yang paling saya sukai selama SMP adalah olah raga terutama lari marathon, sejarah, dan kegiatan pramuka. Pada saat jam olah raga sering saya di mintai tolong pak Karsono (guru olah raga) untuk membawakan peralatan olah raga yang akan di gunakan. Kami biasa olah raga di lapangan Karang dengan jalan kaki. Saya merasa senang jika di beri tugas seperti itu. 

Saat kelas 2 akhir tahun ajaran ada kegiatan kemah di Kaliurang. Pada malam terakhir di adakan api unggun dan renungan malam. Kakak-kakak pembina memberikan nasehat berupa kalimat-kalimat yang sangat menyentuh hati. 

Saat itulah hati saya meleleh sampai tak kuasa menahan tangis. Renungan tersebut menggambarkan bagaimana beratnya beban ortu dalam mencari rezeki bagi keluarga. Bagaimana sakitnya seorang ibu melahirkan kita. Maka sebagai anak kita diwajibkan untuk menghormati dan menyayanginya. Kata mereka bahwa ridho Allah itu terletak pada ridho ke dua ortunya.

Pada malam itu kita juga di minta membayangkan satu persatu perilaku apa yang selama ini kita tunjukkan pada ortu. Malam itu hati saya serasa tersayat pisau tajam sekali sampai dada terasa sesak akibat isak tangis. Akhirnya kesadaran saya pun tumbuh dan pulangnya membawa sebuah tekad untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik.

Saya berjanji pada diri sendiri untuk menuruti apa kata ortu dan tidak akan membuat beban bagi mereka. Saya ingin menunjukkan pada ortu bahwa saya pun bisa berprestasi. Memasuki kelas 3 SMP saya mulai rajin belajar dan rajin membantu pekerjaan ibu. Usaha keras saya tidak sia-sia. Nilai raport di semester 1 dan 2 naik drastis mendapat ranking 2 dan 3. 

Alangkah bahagianya saya saat itu ketika upacara hari Senin menerima hadiah dari bapak kepala sekolah. Hati berbunga-bunga ketika nama saya diumumkan sebagai salah satu pelajar kelas 3 dengan nilai raport cukup baik. Hadiah tersebut isinya hanya beberapa buku tulis tetapi sudah membuat saya merasa bangga.

Prestasi yang saya peroleh tersebut ternyata hanya ditanggapi ortu biasa-biasa saja. Tidak ada ucapan selamat apalagi hadiah. Rasanya waktu itu seperti permen nano-nano, yaa senang, bahagia campur kecut, kesal, kecewa jadi satu. 

Saya berusaha keras menerima kondisi tersebut dengan lapang dada dan tidak bersikap reaktif lagi. Mulai saat itulah saya memiliki sebuah buku diary. Setiap peristiwa yang membuat hati saya  susah, kecewa, marah, senang, maupun bahagia selalu saya ungkapkan melalui tulisan di sana. Diary telah menjadi sahabat sejatiku. Saya bebas mengungkapkan apapun yang saya rasakan. Biasanya selesai menulis di buku diary, hati menjadi lebih lega. 

#Ibroh keempat : Orang tua perlu memberikan reward atau penghargaan pada anak yang punya prestasi agar semakin termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi. Reward tidak harus berupa barang tetapi bisa kata-kata yang mengungkapkan kebanggaan terhadap hasil yang sudah diraih anak.

Akhirnya saya lulus SMP dengan NEM lumayan lebih bagus dari NEM kakak. Saya menanyakan ke bapak tentang rencananya dulu mau memasukkan saya ke pondok pesantren. Saya bilang ke bapak kalau siap masuk pondok. Bapak kasih penjelasan panjang lebar kehidupan di pondok, kalau masuk pondok tidak sewaktu-waktu bisa pulang. Bapak tanya " gelem po?". Saya jawab dengan mantap "mau pak".

Tapi ternyata bapak sendiri yang tidak tega. Bapak menyarankan untuk daftar di SMA N Banguntapan atau Pleret. Karena batal tidak masuk pondok maka saya bersikeras minta di daftarkan di SMA Muhammadiyah 2 Yogya (MUHA) dengan alasan agar bisa tetap pakai jilbab dan pengin sekolahnya di kota. Waktu itu belum ada UU jilbab sehingga hanya di sekolah berbasis Islam pelajar diperbolehkan berjilbab. Akhirnya bapak mendaftarkan saya di MUHA pada gelombang pertama.

Diary...Sahabat sejatiku di masa lalu

Catatan peristiwa yg membuat hatiku meleleh

Waktu terus berjalan dengan meninggalkan banyak kenangan. Masa usia SMP kutinggalkan dan siap melangkah menuju masa SMA yang kata orang merupakan masa paling indah bagi kehidupan remaja. Benarkah demikian? Ternyata tidak bagi saya. Kenapa? Tunggu cerita selanjutnya yaa..@trismiati








Cintaku Terpaut Di PAUD (episode 1)

Pengalaman adalah guru terbaik bagi kehidupan. Bagi saya, pepatah ini sudah terbukti kebenarannya. Segudang pengalaman masa lalu telah membawa saya pada sebuah rasa cinta di mana sebelumnya tidak pernah terlintas dalam benak pikiran. 

Menjadi seorang pendidik di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) awalnya bukan merupakan impian. Masih teringat ketika bapak/ibu guru SD, SMP maupun SMA menanyakan apa cita-cita saya, jawaban tidak pernah berubah yaitu ingin menjadi orang yang bermanfaat bagi agama, bangsa dan negara. Sangat sederhana kan?

Karena dari awal tidak memiliki sebuah cita-cita yang jelas maka dalam menempuh pendidikan formalpun kurang terarah. 

Nah, pada edisi kali ini penulis akan berbagi cerita tentang sebuah proses perjalanan menemukan potensi diri di mana terdapat banyak sekali pelajaran yang bisa diambil sebagai ibroh (hikmah) terutama bagi orang tua dalam hal mendidik anak.

Besar di lingkungan keluarga awam agama dengan ke dua ortu juga bukan dari kalangan terdidik  rasanya "sesuatu banget". Sering terjadi miskomunikasi antara ortu dengan anak yang kadang sampai menimbulkan gejolak perasaan. Apalagi waktu itu belum ada kegiatan semacam "parenting" sehingga ortu dalam mendidik anak ya mengalir begitu saja, tidak dilandasi ilmu yang memadai.

Walaupun kondisi keluarga seperti itu, saya tetap bangga pada ortu terutama dalam hal etos kerja dan semangatnya mencari ilmu. Bapak yang hanya lulusan SR (Sekolah Rakyat) akhirnya termotivasi mengikuti program kejar paket hingga sampai C (setingkat SMA). Almarhumah ibu yang sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan pun juga ikut kegiatan keaksaraan sampai akhirnya bisa membaca dan menulis.

#Ibroh pertama : Menjadi orang tua itu tidak mudah, perlu bekal ilmu dan pengetahuan. Sebagai  orang tua sebaiknya tidak malas belajar dan selalu semangat mencari ilmu, entah itu melalui kegiatan parenting di sekolah, seminar, pengajian, membaca buku dan sebagainya.

Bapak sering mendampingi saya belajar dan membantu mengerjakan PR dari guru. Ketika saya sakit, bapak lah yang selalu memijit-mijit dan mengantar ke dokter. 

Secara psikis, saya memang lebih dekat dengan bapak dari pada ibu. Mungkin karena perhatian ibu sudah terforsir buat mengasuh ke dua adik saya yang masih kecil-kecil.

Bapak sangat telaten mengajari saya  keterampilan hidup seperti cara menyapu halaman, melipat baju, mengepel lantai, dsb. Tetapi semua itu tidak berlangsung lama.

Ketika saya kelas 4 SD bapak terpilih menjadi Kepala Dusun (Dukuh) sehingga otomatis kesibukannya makin bertambah. Sebelumnya bapak juga sudah punya usaha agen koran (surat kabar dan majalah) yang jumlah pelanggannya waktu itu mencapai 2000 an. Ibu juga punya usaha rumahan (home industri) membuat emping mlinjo dan kerupuk dengan dibantu 8 orang tetangga sekitar rumah.

Alhamdulillah dari segi  ekonomi, keluarga kami tidak pernah kekurangan. Tetapi dengan beban pekerjaan ortu sepadat itu berimbas pada perhatian ortu terhadap ke 4 anaknya menjadi sangat berkurang. Mereka sudah jarang mengontrol perkembangan belajar kami. Ketika di rumah pun kami bebas, mau belajar apa enggak terserah. Yang penting kami semua naik kelas saja ortu sudah puas.

Perilaku seorang anak yang kadang menjengkelkan ortunya bisa jadi itu merupakan bentuk pancingan agar diperhatikan. 

Begitu juga yang saya lakukan waktu itu. Saya sering mengajak kakak pura-pura tidur di lantai dengan alas sandal jepit yang di tata rapi, melihat kami seperti itu biasanya bapak "menggendong" memindahkan kami ke tempat tidur. Ketika bapak pergi kami tertawa senang. Pernah saya ngumpet di kolong tempat tidur hingga tertidur sampai membuat ortu galau.

Selain aktifitas sekolah, masa usia SD saya habiskan sebagian besar waktu hanya untuk bermain. Hampir tiap hari sepulang sekolah langsung gabung sama teman-teman sekitar rumah. Karena teman main kebanyakan laki-laki maka jenis permainannya pun cenderung ke fisik motorik, seperti main kelereng, main layang-layang, egrang, sepak bola, sepak sekong, eteng, benthik, gobak sodor, jek-jekan, kasti, bahkan sampai bergelantungan di dahan pohon sudah biasa.

Sering juga ikut teman menggembala kambing dan cari ikan di sungai pulang sampai maghrib. Ibu suka marah ketika saya pulang. Tetapi kemarahan beliau tidak membuat saya jera, lain hari terulang lagi, lagi, dan lagi. Masih teringat ibu pernah marah besar dan berkata : "nek dikandani ora nggugu sesuk rasah sekolah! tak tukokke wedus wae kepiye?".

Karena pergaulan saya kebanyakan dengan anak laki-laki itulah membuat saya terbentuk menjadi anak yang super aktif dan cenderung bandel. Ortu memberi label pada saya sebagai anak "ngeyel" yang susah diatur. Meskipun ibu sering marah tetapi hanya sebatas kata-kata, beliau tidak pernah melakukan kekerasan fisik. Hanya kalimat keluhan "Ya Allah..paringono sabaaarrrr" itu yang terdengar.

Model busana juga seperti laki-laki, ketika bermain cukup pakai kaos dan celana pendek. Anting-anting, kalung, dan cincin yang dibelikan ibu pun gak saya pakai. Cincin pernah saya taruh sembarangan, tidak sengaja terjepit pintu meja belajar sampai gepeng. Akhirnya semua perhiasan diminta ibu untuk di jual kembali.

Selain bermain, saya dan teman-teman sering juga berkelahi dengan anak-anak lain RT. Ketika bulan puasa tiba, kami selalu membuat long bumbung dari bambu, ketika dinyalakan suaranya menggelegar. Semakin keras suara yang dihasilkan akan membuat kami semakin senang.

Karena terlalu banyak main dan jarang belajar maka wajar ketika lulus SD NEM saya "jeblog". Ortu terlihat sangat kecewa tetapi tidak sampai marah besar, hanya membanding-bandingkan kenapa saya tidak seperti kakak yang NEM nya bagus sehingga bisa masuk SMP N 9 Yogya. Kakak memang anaknya rajin belajar, rajin membantu pekerjaan rumah, mau "momong" adik, dan sangat penurut. Pokoknya menjadi kebanggaan dan andalan ortu lah.

Dengan bekal NEM rendah akhirnya bapak memasukkan saya ke SMP Muhammadiyah 7 Kotagede. Dari sinilah saya justru mendapatkan banyak ilmu tentang keislaman. Saya juga mulai ikut pengajian remaja masjid di dusun.

Karena sekolah liburnya Jum'at maka sudah jarang sekali bermain dengan tetangga. Bermain dengan mereka hanya ketika libur panjang. Biasanya kami jalan-jalan atau naik sepeda pergi ke tempat-tempat wisata. 

Pernah saya di tantang kuat gak naik sepeda ke pantai Glagah. Akhirnya berangkatlah kami bertujuh dan saya perempuan sendiri naik sepeda ke pantai Glagah. Meskipun sempat tersesat jauh karena salah jalan ya akhirnya sampai juga ke sana. Karena uang saku minim, waktu mau masuk pintu gerbang saya disuruh merayu ke bapak penjaga TPR agar dapat masuk dengan gratis. Dengan wajah memelas, saya bilang ke penjaga "pak, niki pengin ten pantai tapi sangune pun telas nggih tumbas mie ayam". Penjaga tanya "omahmu ngendi?", saya jawab Kotagede. Mereka kaget dan akhirnya kami dibiarkan masuk tanpa beli tiket. Sisa uang saku kami belikan semangka yang ada di dekat pantai.

#Ibroh keduasesibuk apapun orang tua seharusnya tetap memperhatikan tumbuh kembang anak-anaknya dan mengontrol lingkungan pergaulannya. Anak tidak hanya butuh materi tetapi sangat membutuhkan juga sentuhan kasih sayang dan perhatian dari ke dua orang tuanya.

Terjadi perubahan besar pada diri saya ketika menginjak kelas 3 SMP. Sebuah peristiwa yang membuat hati saya meleleh. Apa itu? Insya Allah akan saya ceritakan pada episode selanjutnya..@trismiati





Menjalin Komunikasi Melalui Outbound Keluarga

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang tanpa batas usia. 

Melalui pendidikan akan didapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan maupun keterampilan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan kita. Pendidikan juga dapat membentuk karakter manusia lebih beradab.

Menurut Ki Hajar Dewantara, terdapat tiga sentra pendidikan yang sangat menentukan keberhasilan anak untuk berkembang menjadi insan yang berdaya guna. 

Ke tiga sentra tersebut yaitu pendidikan di keluarga, sekolah dan masyarakat.

Keluarga khususnya orang tua adalah orang yang paling pertama memikul tanggung jawab pendidikan anak. Secara alami merekalah yang menanamkan pandangan hidup, sikap, karakter dan keterampilan hidup pada anak.

Lingkungan sekolah juga mempunyai peran penting sebagai mitra keluarga dalam membimbing dan memberikan pengajaran pada anak agar dapat berkembang secara optimal. 

Sementara pendidikan di lingkungan masyarakat dapat meningkatkan mutu dan budaya agar terhindar dari kebodohan. 

Ke tiga sentra pendidikan tersebut harus saling bekerja sama dalam menjalankan fungsi dan perannya. Maka diperlukan komunikasi efektif agar dalam mencapai tujuan pendidikan tercapai sesuai harapan.

Lembaga pendidikan sebaiknya merancang program-program kegiatan yang melibatkan peran serta orang tua dan masyarakat.

Partisipasi orang tua dan masyarakat dalam lembaga pendidikan akan sangat mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan anak. 

Outbound keluarga adalah salah satu kegiatan yang dapat digunakan sebagai sarana meningkatkan komunikasi khususnya antara orang tua dengan guru. 

Kegiatan ini sifatnya santai, menyenangkan dan mampu menghadirkan keakraban di antara peserta. Anak juga mendapatkan pengalaman belajar melalui permainan-permainan yang menarik dan penuh tantangan.

Apabila hubungan antara orang tua dengan guru akrab maka akan lebih mudah terjalin sebuah pola komunikasi efektif sebagai pendukung kelancaran proses pendidikan anak. Ketika terjadi masalah pun dalam penyelesaiannya akan lebih mudah.

Kegiatan outbound yang dilaksanakan di alam terbuka ini bisa membuat pikiran kita kembali segar dan badan pun menjadi sehat. Bagi pembaca yang belum pernah ikut outbound bisa menyimak sekilas kegiatan tersebut melalui link video di bawah ini. @trismiati 
Menumbuhkan keakraban

Melatih kerjasama 


Menumbuhkan percaya diri

3 Bekal Menjadi Orang Tua Hebat

Selain mencukupi kebutuhan materi, orang tua juga mempunyai kewajiban mendidik anak menuju kehidupan yang mulia. 

Anak tidak cukup hanya diserahkan kepada pihak sekolah saja untuk mendidiknya tetapi justru orang tua lah yang berperan sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangannya.

Di era teknologi informasi saat ini,  mendidik anak membutuhkan usaha keras karena tantangan yang dihadapi semakin kompleks. 

Selain faktor media yang mudah di akses anak tanpa batas, pengaruh lingkungan bergaul juga dapat membuat anak terjerumus ke perilaku negatif yang dapat menghancurkan masa depannya.


Kita perlu merenungi sejenak firman Allah Ta’ala di dalam Al Qur'an surat An-Nisa’ ayat 9:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافاً خَافُواْ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللّهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisaa’, 4: 9).
Berdasarkan ayat di atas, terdapat tiga bekal yang harus dipersiapkan orang tua dalam mendidik anak:

➤1. Berupa rasa takut.

Orang tua tentu tidak selamanya akan bersama anak. Perpisahan entah itu karena kematian atau beda tempat tinggal sebab pernikahan pasti akan terjadi. 

Orang tua seharusnya punya rasa takut ketika harus meninggalkan anak dalam kondisi lemah. Tidak hanya lemah secara materi atau fisik tetapi juga lemah akal / pengetahuan maupun jiwa / spiritual.

Banyak orang tua lalai membiarkan anak melakukan hal sia-sia sampai menyita banyak waktu seperti nonton TV, main games, gadget, bergaul dengan teman main tanpa pengawasan dan sebagainya sehingga menjadi penyebab kesulitan hidup di masa depan.

Berbekal rasa takut, orang tua harusnya bersungguh-sungguh mulai menyiapkan anak mengarungi hidup dengan bekal iman yang kokoh, ilmu pengetahuan luas dan akhlak mulia.

➤2. Ketakwaan pada Allah SWT.

Orang tua dalam mendidik anak harus berdasarkan pada rasa takwa pada Allah SWT, yaitu dengan melaksanakan semua perintahNya dan menjauhi segala macam laranganNya. Penuhilah hal-hal yang merupakan hak anak dan jangan sampai menelantarkannya.

Agar orang tua dalam mendidik anak tidak menyimpang dari aturan Allah maka di butuhkan bekal pemahaman berupa ilmu pengetahuan. 

Orang tua jangan malas untuk belajar. Banyak sumber ilmu yang bisa di gali seperti menghadiri kajian keislaman, mengikuti program parenting, mencari informasi dari internet maupun membaca buku.

➤3. Berkata benar.

Berbicara dengan perkataan baik dan benar harus melekat pada diri orang tua karena akan berpengaruh terhadap perilaku anak. 

Dengan dilandasi rasa takwa maka perkataan yang benar akan menjadikan orang tua menjadi semakin bijaksana dalam menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi anak.

Demikian tiga bekal yang harus dimiliki orang tua dalam mendidik anak. Jadilah orang tua hebat bagi anak di tengah kehidupan dunia yang semakin jauh dari nilai-nilai agama ini. 

Ilmu yang sedikit ini semoga bermanfaat dan kita senantiasa di beri kemudahan dalam menyiapkan anak menjadi generasi berkualitas. @trismiati


NB:

Bagi ayah bunda yang ingin menambah hasanah keilmuan khususnya tentang pembentukan karakter anak, berikut ada beberapa referensi buku bacaan, bisa di dapatkan melalui pembelian tunai atau sistem arisan. 
Ayoo mumpung ada diskon nich.....Bagus juga untuk melengkapi koleksi perpustakaan sekolah.
Hub WA : 085875711785




























Artikel Aksi Nyata Modul 3.3

  AKSI NYATA MODUL 3 Alhamdulillah dalam modul 3 ini saya sudah melakukan 3 aksi nyata sesuai dengan sub materi yang ada di LMS, meliputi : ...

Popular Posts