Begitu juga perubahan yang terjadi pada diri saya ketika memasuki jenjang pendidikan SMP. Saat awal kelas 1, kondisi emosi saya sebagai remaja awal atau isitilahnya ABG (Anak Baru Gede) masih sangat labil. Apabila menghadapi hal yang kurang menyenangkan misalnya sikap ortu yang nampak pilih kasih, selalu muncul rasa kesal dan sikap reaktif.
Kekesalan itu sering saya tumpahkan pada kakak berupa sikap usil untuk mengganggu. Masih teringat ketika kakak baru mandi pagi, buku di dalam tas sekolahnya saya tukar dengan buku lain yang bukan jadwal hari itu. Lain hari sebagian buku saya ganti dengan alat-alat bengkel seperti gunting, tang, obeng dsb.
Saking kesalnya, pernah hasil karyanya saya gunting sampai hancur berkeping-keping padahal mau dia serahkan ke guru. Biasanya kakak pulang sekolah berurai air mata dan mengadu pada ortu jika mendapat perlakukan seperti itu.
Sikap usil juga saya tujukan ke adik laki-laki. Dia juga termasuk anak spesial bagi ortu karena anak lelaki satu-satunya di keluarga kami yang masih hidup. Ada dua saudara laki-laki saya yang meninggal waktu bayi. Anak sulung dan anak nomer 4. Maka adik saya itu sangat di manja. Semua keinginannya selalu dituruti ortu terutama ibu. Hal itu juga sering menimbulkan rasa cemburu pada diri saya.
Adik sering sekali mengolok-olok saya dengan sebutan "Tris tholo". Teman bapak ada yang namanya Pak Tris. Beliau jualan hasil pertanian salah satunya "tholo" sejenis biji-bijian yang biasa untuk sayur brongkos. Maka orang menyebutnya Pak Tris tholo.
Biasanya sepulang dari kegiatan berkemah, saya tertular kutu rambut dari teman satu regu. Karena adik mengolok-olok saya "kutuan" maka pada suatu malam saat dia tidur pulas kepalanya saya kasih kutu. Beberapa hari kemudian kutu tersebut beranak pinak dan menimbulkan gatal-gatal di kepalanya. Setelah di kasih tahu kakak kalau yang naruh kutu saya, dia langsung marah dan seperti biasa kami langsung berkelahi "gebug-gebugan" pakai sapu ijuk.
Pernah rambutnya yang agak gondrong saya gunting pendek dan pagi nya sewaktu bangun tidur langsung marah-marah. Sejak saat itu kalau tidur pintu kamarnya selalu terkunci.
Adik juga sering kesal sama saya karena kalau libur sekolah sepeda federalnya saya pakai sampai seharian. Waktu itu saya memang tidak punya sepeda sendiri. Kakak dan adik-adik di belikan sepeda semua. Kakak punya sepeda jengky, adik lelaki punya federal dan adik yang ragil punya sepeda mini hitam. Saya paling suka pinjam federal.
Karena tidak punya sepeda maka kalau berangkat sekolah ya kadang jalan kaki sama mbak Ndarsih (tetangga), bonceng mas Wondo (teman main) atau kalau kakak sikapnya lagi baik ya di perbolehkan bonceng dia (ngantar saya dulu baru menuju ke sekolahnya SMP N 9). Jika sore ada kegiatan ekstrakurikuler atau pramuka biasanya pinjam sepeda mini punya adik.
Saking kesalnya, pernah hasil karyanya saya gunting sampai hancur berkeping-keping padahal mau dia serahkan ke guru. Biasanya kakak pulang sekolah berurai air mata dan mengadu pada ortu jika mendapat perlakukan seperti itu.
Sikap usil juga saya tujukan ke adik laki-laki. Dia juga termasuk anak spesial bagi ortu karena anak lelaki satu-satunya di keluarga kami yang masih hidup. Ada dua saudara laki-laki saya yang meninggal waktu bayi. Anak sulung dan anak nomer 4. Maka adik saya itu sangat di manja. Semua keinginannya selalu dituruti ortu terutama ibu. Hal itu juga sering menimbulkan rasa cemburu pada diri saya.
Adik sering sekali mengolok-olok saya dengan sebutan "Tris tholo". Teman bapak ada yang namanya Pak Tris. Beliau jualan hasil pertanian salah satunya "tholo" sejenis biji-bijian yang biasa untuk sayur brongkos. Maka orang menyebutnya Pak Tris tholo.
Biasanya sepulang dari kegiatan berkemah, saya tertular kutu rambut dari teman satu regu. Karena adik mengolok-olok saya "kutuan" maka pada suatu malam saat dia tidur pulas kepalanya saya kasih kutu. Beberapa hari kemudian kutu tersebut beranak pinak dan menimbulkan gatal-gatal di kepalanya. Setelah di kasih tahu kakak kalau yang naruh kutu saya, dia langsung marah dan seperti biasa kami langsung berkelahi "gebug-gebugan" pakai sapu ijuk.
Pernah rambutnya yang agak gondrong saya gunting pendek dan pagi nya sewaktu bangun tidur langsung marah-marah. Sejak saat itu kalau tidur pintu kamarnya selalu terkunci.
Adik juga sering kesal sama saya karena kalau libur sekolah sepeda federalnya saya pakai sampai seharian. Waktu itu saya memang tidak punya sepeda sendiri. Kakak dan adik-adik di belikan sepeda semua. Kakak punya sepeda jengky, adik lelaki punya federal dan adik yang ragil punya sepeda mini hitam. Saya paling suka pinjam federal.
Karena tidak punya sepeda maka kalau berangkat sekolah ya kadang jalan kaki sama mbak Ndarsih (tetangga), bonceng mas Wondo (teman main) atau kalau kakak sikapnya lagi baik ya di perbolehkan bonceng dia (ngantar saya dulu baru menuju ke sekolahnya SMP N 9). Jika sore ada kegiatan ekstrakurikuler atau pramuka biasanya pinjam sepeda mini punya adik.
Di usia SMP waktu itu, ortu sudah mengharapkan kami membantu pekerjaan rumah. Pekerjaan di rumah memang banyak sekali, apalagi bila masa panen tiba kami juga harus bantu njemur padi. Bapak pernah menyarankan pada ibu untuk mencari pembantu tetapi ibu tidak setuju.
Akhirnya kami bertiga bersama bulik Sri (adiknya ibu) yang sering membantu pekerjaan ibu. Kami di beri tanggung jawab tugas sesuai kemauan. Kakak dapat tugas cuci piring dan setrika baju, saya mengepel lantai dan menyapu halaman, sementara adik laki-laki menimba air ke bak mandi setiap pagi dan sore.
Kakak kalau nyetrika baju hanya yang punya dia, bapak, ibu dan adik-adik saya. Kakak bilang ke saya "klambimu tok setliko dewe !". Karena saya kurang suka nyetrika baju ya setiap malam seragam sekolah cukup saya lipat rapi dan di taruh di bawah bantal. Paginya sudah siap pakai. Bahkan ketika ada rok bagian bawah jahitannya lepas, cukup saya streples karena ingin praktisnya saja..he..he..gak mau terlalu "ribet".
Akhirnya kami bertiga bersama bulik Sri (adiknya ibu) yang sering membantu pekerjaan ibu. Kami di beri tanggung jawab tugas sesuai kemauan. Kakak dapat tugas cuci piring dan setrika baju, saya mengepel lantai dan menyapu halaman, sementara adik laki-laki menimba air ke bak mandi setiap pagi dan sore.
Kakak kalau nyetrika baju hanya yang punya dia, bapak, ibu dan adik-adik saya. Kakak bilang ke saya "klambimu tok setliko dewe !". Karena saya kurang suka nyetrika baju ya setiap malam seragam sekolah cukup saya lipat rapi dan di taruh di bawah bantal. Paginya sudah siap pakai. Bahkan ketika ada rok bagian bawah jahitannya lepas, cukup saya streples karena ingin praktisnya saja..he..he..gak mau terlalu "ribet".
Meskipun masing-masing sudah diberi tanggung jawab pekerjaan rumah, saya paling sering lepas tangan. Bapak biasanya hanya mendiamkan saja dan mengambil alih tugas saya. Justru kakak dan adiklah yang sering mengomel dan menggerutu.
Pada suatu hari, saya di ajak ngobrol sama bapak. Beliau menyampaikan keinginannya jika saya lulus SMP besok akan di masukkan ke pondok pesantren. Saya hanya diam dan tidak menanyakan alasannya kenapa. Hanya berlalu begitu saja.
Pada suatu hari, saya di ajak ngobrol sama bapak. Beliau menyampaikan keinginannya jika saya lulus SMP besok akan di masukkan ke pondok pesantren. Saya hanya diam dan tidak menanyakan alasannya kenapa. Hanya berlalu begitu saja.
#Ibroh ketiga: Janganlah orang tua suka membandingkan anak satu dengan anak yang lain karena masing-masing tentu punya bakat, kecerdasan dan keunikan tersendiri. Bersikap adillah pada semua anak karena kecemburuan anak kepada saudaranya yang lain dapat menimbulkan perseteruan yang dalam jangka panjang dapat mengganggu keharmonisan keluarga.
Seperti anak ABG lainnya yang baru memasuki fase mencari jati
diri dan mulai menjadikan seseorang sebagai idola, saya juga mengalaminya. Mungkin karena terbawa
lingkungan pergaulan masa usia SD, yang saya idolakan waktu itu para pemain sepak bola. Saya
sampai mengoleksi kliping gambar para atlit sepak bola tanah air. Pernah beberapa kali di ajak bapak nonton liga sepakbola di Mandala Krida. Wah..rasanya seneng sekali bisa melihat langsung tokoh idola.
Pelajaran yang paling saya sukai selama SMP adalah olah raga terutama lari marathon, sejarah, dan kegiatan pramuka. Pada saat jam olah raga sering saya di mintai tolong pak Karsono (guru olah raga) untuk membawakan peralatan olah raga yang akan di gunakan. Kami biasa olah raga di lapangan Karang dengan jalan kaki. Saya merasa senang jika di beri tugas seperti itu.
Saat kelas 2 akhir tahun ajaran ada kegiatan kemah di Kaliurang. Pada malam terakhir di adakan api unggun dan renungan malam. Kakak-kakak pembina memberikan nasehat berupa kalimat-kalimat yang sangat menyentuh hati.
Saat kelas 2 akhir tahun ajaran ada kegiatan kemah di Kaliurang. Pada malam terakhir di adakan api unggun dan renungan malam. Kakak-kakak pembina memberikan nasehat berupa kalimat-kalimat yang sangat menyentuh hati.
Saat itulah hati saya meleleh sampai tak kuasa menahan tangis. Renungan tersebut menggambarkan bagaimana beratnya beban ortu dalam mencari rezeki bagi keluarga. Bagaimana sakitnya seorang ibu melahirkan kita. Maka sebagai anak kita diwajibkan untuk menghormati dan menyayanginya. Kata mereka bahwa ridho Allah itu terletak pada ridho ke dua ortunya.
Pada malam itu kita juga di minta membayangkan satu persatu perilaku apa yang selama ini kita tunjukkan pada ortu. Malam itu hati saya serasa tersayat pisau tajam sekali sampai dada terasa sesak akibat isak tangis. Akhirnya kesadaran saya pun tumbuh dan pulangnya membawa sebuah tekad untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik.
Pada malam itu kita juga di minta membayangkan satu persatu perilaku apa yang selama ini kita tunjukkan pada ortu. Malam itu hati saya serasa tersayat pisau tajam sekali sampai dada terasa sesak akibat isak tangis. Akhirnya kesadaran saya pun tumbuh dan pulangnya membawa sebuah tekad untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik.
Saya berjanji pada diri sendiri untuk menuruti apa kata ortu dan tidak akan membuat beban bagi mereka. Saya ingin menunjukkan pada ortu bahwa saya pun bisa berprestasi. Memasuki kelas 3 SMP saya mulai rajin belajar dan rajin membantu pekerjaan ibu. Usaha keras saya tidak sia-sia. Nilai raport di semester 1 dan 2 naik drastis mendapat ranking 2 dan 3.
Alangkah bahagianya saya saat itu ketika upacara hari Senin menerima hadiah dari bapak
kepala sekolah. Hati berbunga-bunga ketika nama saya diumumkan sebagai salah satu pelajar kelas 3 dengan nilai raport cukup baik. Hadiah tersebut isinya hanya beberapa buku tulis tetapi sudah membuat saya merasa bangga.
Prestasi yang saya peroleh tersebut ternyata hanya ditanggapi ortu biasa-biasa saja. Tidak ada ucapan selamat apalagi hadiah. Rasanya waktu itu seperti permen nano-nano, yaa senang, bahagia campur kecut, kesal, kecewa jadi satu.
Saya berusaha keras menerima kondisi tersebut dengan lapang dada dan tidak bersikap reaktif lagi. Mulai saat itulah saya memiliki sebuah buku diary. Setiap peristiwa yang membuat hati saya susah, kecewa, marah, senang, maupun bahagia selalu saya ungkapkan melalui tulisan di sana. Diary telah menjadi sahabat sejatiku. Saya bebas mengungkapkan apapun yang saya rasakan. Biasanya selesai menulis di buku diary, hati menjadi lebih lega.
#Ibroh keempat : Orang tua perlu memberikan reward atau penghargaan pada anak yang punya prestasi agar semakin termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi. Reward tidak harus berupa barang tetapi bisa kata-kata yang mengungkapkan kebanggaan terhadap hasil yang sudah diraih anak.
Prestasi yang saya peroleh tersebut ternyata hanya ditanggapi ortu biasa-biasa saja. Tidak ada ucapan selamat apalagi hadiah. Rasanya waktu itu seperti permen nano-nano, yaa senang, bahagia campur kecut, kesal, kecewa jadi satu.
Saya berusaha keras menerima kondisi tersebut dengan lapang dada dan tidak bersikap reaktif lagi. Mulai saat itulah saya memiliki sebuah buku diary. Setiap peristiwa yang membuat hati saya susah, kecewa, marah, senang, maupun bahagia selalu saya ungkapkan melalui tulisan di sana. Diary telah menjadi sahabat sejatiku. Saya bebas mengungkapkan apapun yang saya rasakan. Biasanya selesai menulis di buku diary, hati menjadi lebih lega.
#Ibroh keempat : Orang tua perlu memberikan reward atau penghargaan pada anak yang punya prestasi agar semakin termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi. Reward tidak harus berupa barang tetapi bisa kata-kata yang mengungkapkan kebanggaan terhadap hasil yang sudah diraih anak.
Akhirnya saya lulus SMP dengan NEM lumayan lebih bagus dari NEM kakak. Saya menanyakan ke bapak tentang rencananya dulu mau memasukkan saya ke pondok pesantren. Saya bilang ke bapak kalau siap masuk pondok. Bapak kasih penjelasan panjang lebar kehidupan di pondok, kalau masuk pondok tidak sewaktu-waktu bisa pulang. Bapak tanya " gelem po?". Saya jawab dengan mantap "mau pak".
Tapi ternyata bapak sendiri yang tidak tega. Bapak menyarankan untuk daftar di SMA N Banguntapan atau Pleret. Karena batal tidak masuk pondok maka saya bersikeras minta di daftarkan di SMA Muhammadiyah 2 Yogya (MUHA) dengan alasan agar bisa tetap pakai jilbab dan pengin sekolahnya di kota. Waktu itu belum ada UU jilbab sehingga hanya di sekolah berbasis Islam pelajar diperbolehkan berjilbab. Akhirnya bapak mendaftarkan saya di MUHA pada gelombang pertama.
Tapi ternyata bapak sendiri yang tidak tega. Bapak menyarankan untuk daftar di SMA N Banguntapan atau Pleret. Karena batal tidak masuk pondok maka saya bersikeras minta di daftarkan di SMA Muhammadiyah 2 Yogya (MUHA) dengan alasan agar bisa tetap pakai jilbab dan pengin sekolahnya di kota. Waktu itu belum ada UU jilbab sehingga hanya di sekolah berbasis Islam pelajar diperbolehkan berjilbab. Akhirnya bapak mendaftarkan saya di MUHA pada gelombang pertama.
Diary...Sahabat sejatiku di masa lalu
Catatan peristiwa yg membuat hatiku meleleh
Waktu terus berjalan dengan meninggalkan banyak kenangan. Masa usia SMP kutinggalkan dan siap melangkah menuju masa SMA yang kata orang merupakan masa paling indah bagi kehidupan remaja. Benarkah demikian? Ternyata tidak bagi saya. Kenapa? Tunggu cerita selanjutnya yaa..@trismiati