Peran Lembaga PAUD Dalam Menumbuhkan Kecerdasan Finansial Anak

Assalamu'alaikum...Gimana kabar ayah bunda? Apakah ananda sudah mulai diajak untuk mengelola uang sakunya? Bicara masalah uang saku sepertinya hal sepele yaa tetapi jika ayah bunda tidak dari awal mendidik ananda belajar mengelolanya akan berdampak negatif terhadap pembentukan karakter anak. Karakter yang sudah mengakar sampai dewasa akan sulit sekali merubahnya.

Baca juga: 5 Manfaat Ajak Anak Mengelola Uang Saku Sejak Usia Dini

Kebanyakan orangtua selama ini tidak peduli dengan pemanfaatan uang saku. Mereka tahunya hanya memberi anak uang saku setiap hari tanpa melakukan pengawasan. Akhirnya anak dengan bebas membelanjakan uang saku sesukanya.


Sistem pendidikan disekolah pun juga tidak mengajarkan anak tentang uang. Mengelola uang tidak masuk dalam kurikulum pembelajaran di semua jenjang pendidikan. Padahal ini sangat penting untuk ditanamkan pada anak sebagai bekal hidup yang akan datang.

Menurut Ki Hadjar Dewantara terdapat tiga pusat pendidikan yang memiliki peranan besar terhadap proses tumbuh kembang seorang anak yaitu pendidikan di lingkungan keluarga, pendidikan di lingkungan sekolah, dan pendidikan di lingkungan masyarakat.

Pendidikan keluarga merupakan yang pertama kali mempengaruhi karakter anak. Dalam hal ini orangtua lah yang seharusnya pertama kali mendidik dan mengarahkan anak mengelola uang saku.

Bagaimana caranya ? Silahkan baca: Tips Mendidik Anak Mengelola Uang Saku

Selanjutnya pendidikan sekolah akan menjadi mitra orangtua dalam memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan bagi anak agar dapat berkembang optimal. 

Peran lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam menanamkan kecerdasan finansial pada diri anak dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya sbb.

➤ Infaq Jum'at

     Pada kegiatan ini setiap kelas menyediakan kaleng atau kotak infaq. Orangtua setiap hari Jum'at   diminta membawakan uang untuk infaq dan anak sendiri yang memasukkan uang ke kaleng. 

Guru menjelaskan manfaat infaq dan penggunaannya pada anak seperti untuk membantu korban bencana, takziah, menjenguk teman yang sakit, dan sebagainya.

➤Tabungan Anak
    
    Program tabungan ini bisa kerjasama dengan bank atau BMT untuk mengelolanya. Guru memotivasi anak agar suka menabung dan tidak banyak jajan.

➤ Menumbuhkan jiwa wirausaha pada anak melalui kegiatan market day. Belajar melalui bermain membuat anak senang melakukannya.

Seperti apa kegiatan market day bisa baca disini: Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Market Day

Agar program tersebut berjalan dengan lancar maka perlu dibuat aturan bahwa anak ke sekolah tidak boleh membawa uang selain untuk infaq dan menabung. Kegiatan market day bisa disiasati dengan menggunakan dana kegiatan anak.

Untuk kegiatan keluar (outing class) lebih baik anak dibawakan bekal dari rumah atau pihak sekolah yang menyediakan konsumsinya.

Selain aturan untuk anak, perlu dikondisikan juga agar lingkungan sekolah terbebas dari tempat mangkal para pedagang keliling. Cara yang efektif dengan menempel tulisan larangan berjualan didepan pintu gerbang. 

Melarang lingkungan sekolah untuk berjualan dapat menghindarkan anak dari perilaku suka jajan sembarangan dan perilaku konsumtif khususnya beli mainan secara berlebihan karena rata-rata pedagang yang mangkal di sekolah adalah menjual mainan atau makanan siap saji.

Menumbuhkan kecerdasan finansial anak membutuhkan kerjasama antara orangtua dengan pihak sekolah. Maka komunikasi harus senantiasa dibangun, orangtua dapat memberikan masukan, kritik, maupun saran pada pihak sekolah terhadap program kegiatan yang dijalankan. 

Demikian beberapa hal yang bisa dilakukan lembaga PAUD dalam upaya menanamkan kecerdasan finansial pada diri anak. Masih banyak cara-cara lain yang dapat dipakai sesuai dengan kondisi masing-masing lembaga.

@trismiati

Tips Mendidik Anak Mengelola Uang Saku


Assalamu'alaikum..para pembaca yang setia, pada artikel sebelumnya, penulis sudah menjelaskan beberapa manfaat jika orangtua mau mendidik anak mengelola uang saku sejak usia dini. 

Kali ini penulis akan menyampaikan tips yang sangat sederhana dan mudah diterapkan agar orangtua berhasil mengajak anak mengelola uang saku mereka sehingga harapannya anak punya kecerdasan finansial sebagai bekal hidup lebih mandiri dan sejahtera.


Supaya tips ini berhasil diterapkan, maka dibutuhkan kesabaran dan konsistensi dari bapak dan ibu selaku orangtua maupun pengasuh lain (misal kakek, nenek, dan sebagainya). 


Banyak orangtua jaman now yang semuanya sibuk bekerja sehingga untuk pengasuhan anak diserahkan ke nenek, baby sitter, dan lainnya. Perlu komunikasi yang baik agar semua yang terlibat dalam pengasuhan anak mempunyai pandangan sama terutama dalam hal mendidik anak mengelola uang. 

Mendidik anak mengelola uang saku bukan berarti orangtua itu pelit membelanjakan harta, tetapi ini merupakan salah satu upaya agar anak ketika dewasa sudah terbiasa mengelola uang dengan baik. 

Dengan demikian, uang saku dapat digunakan sebagai media atau sarana pembelajaran yang efektif bagi anak. Apabila orangtua memberikan uang saku tanpa ada timbal balik dari anak maka anak akan memandang uang saku sebagai "hak" mereka. 


Mentalitas "merasa berhak" akan menimbulkan masalah besar di kemudian hari. Bahkan anak akan memandang orangtua seperti mesin ATM yang sewaktu-waktu diminta langsung keluar uang tanpa anak bersusah payah melakukan suatu usaha.


Kalau mentalitas anak seperti ini, kelak ketika dewasa bahkan sudah berkeluarga pun anak tidak akan pernah mandiri, hidupnya selalu tergantung pada orangtuanya. 


Untuk menghindari sikap "merasa berhak" maka sebaiknya orangtua sejak awal menjelaskan pada anak bahwa uang saku diberikan karena anak sudah bersusah payah belajar dan mau melaksanakan tugas-tugas sekolah. Saat ini banyak anak usia 3 tahun sudah dimasukkan ke lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Usia 3-6 tahun adalah masa dimana seseorang lebih mudah dibangun karakternya. Anak usia ini mempunyai banyak keinginan dan permintaan, seperti minta jajan, pengin beli mainan, dan lain sebagainya. Jika semua keinginan anak tidak dituruti biasanya anak merengek atau menangis sampai keinginan mereka dipenuhi. 


Semakin bertambah usia, keinginan anak juga akan semakin besar, seperti minta sepeda, HP, dan sebagainya. Tidak cukup merengek atau menangis jika keinginannya tidak dipenuhi tetapi biasanya akan mengamuk bahkan disertai dengan ancaman seperti tidak mau sekolah. 


Akhirnya orangtua pun tidak tega dan akhirnya menyerah untuk memenuhi semua keinginan anak. Jika sikap seperti ini terus menerus terjadi, dalam jangka panjang anak akan terbentuk karakternya menjadi seorang yang punya ego besar, lemah, cepat putus asa, dan tidak mau berusaha.

Maka mumpung anak masih kecil alangkah baiknya kecerdasan mengelola uang saku mulai ditanamkan. 

Berikut beberapa tips yang dapat diterapkan:

#1. Menentukan batas maksimal uang jajan anak perhari.


Beri pemahaman pada anak bahwa dia bisa jajan tidak melebihi anggaran. Jika anak merengek atau menangis karena minta jajan melebihi anggaran maka abaikan saja. Kasih pengertian kalau hari ini jatah jajan sudah habis dan bisa jajan lagi esok hari. 


Merengek atau menangis bagi anak kecil merupakan sebuah "senjata ampuh" agar keinginannya terpenuhi. Jangan terbuai dengan kondisi anak seperti ini, orangtua harus bertahan dan tetap konsisten pada aturan yang sudah ditetapkan.


#2. Terapkan sistem 3 buah celengan.


Belikan anak 3 buah celengan yang bentuknya menarik. Masing-masing celengan diberi nama sumbangan/infaq, tabungan, dan investasi. Selain untuk jajan, arahkan anak menyisihkan uang sakunya untuk dimasukkan ke dalam 3 celengan tersebut. Selain uang saku, bisa juga uang anak yang didapat ketika hari raya Iedul Fitri atau ketika di sunat.


Dalam bukunya Robert T. Kiyosaki berjudul  Rich Kid Smart Kid, ke tiga celengan tersebut berfungsi:


➤ Infaq/sumbangan dipakai untuk mengasah sifat dermawan dan mau berbagi pada diri anak. Jelaskan pada anak bahwa semua harta yang dimiliki wajib disisihkan untuk membantu orang lain.


➤ Tabungan dipakai jika anak menginginkan sesuatu misal mainan, beri penjelasan pada anak bahwa untuk mendapatkan mainan harus menabung dulu sampai uangnya cukup. Ini akan membentuk sikap sabar dan disiplin sehingga anak akan merasakan bahwa untuk mendapatkan sesuatu itu butuh proses, tidak serta merta langsung ada.


➤ Investasi. 

Celengan inilah yang akan memberikan anak belajar mengambil resiko, melakukan kesalahan, mendapat pelajaran, dan memperoleh pengalaman yang akan bermanfaat bagi kehidupan anak seumur hidup. Tumbuhkan jiwa wirausaha anak dengan memanfaatkan uang di celengan investasi ini.

Pada usia 9 tahun, seorang anak mulai mencari identitasnya sendiri. Ajak anak memikirkan cara-cara menghasilkan uang dengan memulai usaha kecil-kecilan, misalnya: menjual donat, kertas mewarnai, tempat pensil, dan sebagainya. Suruh anak menawarkan barang tersebut ke teman-teman mainnya. Laba penjualan meskipun sedikit dimasukkan ke celengan ini.

Ketika uang di celengan ke tiga ini terkumpul banyak, ajak anak untuk berinvestasi misalnya memanfaatkan uang disini untuk membeli emas batangan atau bentuk investasi lain sesuai syari'ah.

Demikian tips mendidik anak mengelola uang saku yang dapat diterapkan dirumah, bagaimana dengan di sekolah? Insya Allah akan penulis sampaikan pada artikel selanjutnya. @trismiati


5 MANFAAT AJAK ANAK MENGELOLA UANG SAKU SEJAK USIA DINI



Sudah menjadi kebiasaan pada masyarakat kita ketika anak berangkat sekolah selalu mendapatkan uang saku dari orang tuanya. Orang Jawa khususnya Yogyakarta menyebutnya "sangu". Tujuan orang tua memberikan uang saku selama ini kurang begitu jelas, hal ini sudah menjadi budaya sehingga seolah-olah uang saku wajib diberikan anak yang masih sekolah mulai dari jenjang pendidikan TK, SD, SMP, SMA bahkan kuliah.

Karena sudah menjadi budaya, di benak anak pun sudah tertanam kuat bahwa setiap hari ketika akan berangkat sekolah berhak menerima uang saku. Besar kecilnya uang saku yang diberikan sesuai dengan kemampuan ekonomi masing-masing keluarga. Uang saku menjadi pos pengeluaran wajib anggaran keuangan keluarga. Karena diberikan secara rutin setiap hari maka seandainya selama satu tahun di total tentu jumlahnya besar. Belum lagi kalau dalam keluarga punya lebih dari satu anak sekolah. 

Bagi anak usia TK dan SD uang saku biasanya digunakan sekedar untuk jajan makanan ringan pada jam istirahat. Berbeda dengan anak SMP, SMA, atau kuliah, selain untuk jajan juga digunakan untuk beli pulsa, bensin bagi yang naik motor bahkan banyak pelajar sekarang khususnya laki-laki dipakai buat beli rokok. Kondisi ini sering kita jumpai di area tempat nongkrong mereka, bersama teman-temannya terlihat asyik ngobrol sambil merokok. Bisa dipastikan uang yang dipakai untuk membeli rokok berasal dari uang saku mereka. 

Melihat fenomena seperti ini harusnya menjadi keprihatinan bagi para pendidik terlebih lagi orangtua agar dapat mengarahkan anak mengelola uang saku untuk hal-hal positif. Jika anak diberi kebebasan tanpa batas menggunakan uang saku maka kelak akan menjadi bumerang baik bagi orangtua maupun bagi anak itu sendiri. Anak akan tumbuh menjadi pribadi konsumtif, tidak mandiri, kurang bertanggung jawab, kurang disiplin, dan bisa jadi ketika anak dewasa menjadi seorang pejabat akhirnya terjerumus ke tindakan korupsi.

Usia dini (0-6 tahun) merupakan saat yang paling tepat untuk menanamkan suatu sikap atau karakter melalui pembiasaan. Pembiasaan yang sudah tertanam sejak kecil akan menjadi sebuah karakter ketika dewasa. Maka pembiasaan mengelola uang saku pun sangat tepat dimulai pada usia ini agar proses perkembangan selanjutnya tinggal merawat dan menguatkan pembiasaan yang sudah terbentuk. 

Berikut 5 manfaat mengelola uang saku bagi anak usia dini:

1. Anak dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan.

Sebelum memberi anak uang saku, kenalkan terlebih dahulu fungsi uang dan kegunaannya. Ajarkan hal-hal sederhana tentang apa yang menjadi kebutuhan dan apa yang termasuk keinginan. Misal: anak pengin jajan ice cream berarti itu suatu keinginan, atau ketika ada bazar buku ajak anak dan belikan mereka buku cerita karena buku merupakan kebutuhan bagi mereka.

2. Anak mengenal prioritas mana yang lebih penting.

Setelah anak paham tentang kebutuhan dan keinginan, ajak anak memilah milah keinginan yang menjadi kebutuhan anak. Tidak semua keinginan anak merupakan kebutuhan bagi mereka dan tidak semua kebutuhan merupakan keinginan anak. Orangtua harus pintar untuk menjelaskan sesuai dengan tingkat pemahaman anak.

3. Anak dapat menghargai uang.

Jelaskan kepada anak proses orangtua mendapatkan uang dari mana. Tanamkan pada mereka bahwa untuk mendapatkan uang tidak bisa instan tetapi melalui kerja keras agar anak lebih mudah untuk diajak mengelola uang. Jika anak sudah terbiasa mengelola uang maka kelak mereka akan menghargai uang yang dimilki, mengatur semua pengeluaran dengan hati-hati (tidak boros) dan menggunakannya untuk hal-hal positif.

4. Anak akan pandai memecahkan masalah.
Dengan mengatur uang sejak dini, anak akan terbiasa memecahkan berbagai macam masalah sesuai ukuran mereka, itu akan sangat bermanfaat ketika mereka dewasa.

5. Anak akan cerdas secara finansial (keuangan)
Kecerdasan finansial saat ini sangat dibutuhkan agar kehidupan anak ketika dewasa menjadi lebih sejahtera, terhindar dari masalah-masalah keuangan seperti terlilit utang, tidak mampu membiayai kebutuhan rumah tangga (keluarga), kemiskinan, dan lain-lain.

Itu beberapa manfaat bagi anak apabila para pendidik dan orangtua mulai sejak dini mendidik dan mengarahkan anak mengelola uang saku. Dibutuhkan sinergi antara pembelajaran disekolah dengan kehidupan anak di lingkungan keluarganya.

Bagaimana caranya mendidik anak agar sejak dini dapat mengelola uang saku mereka? Insya Allah akan penulis sampaikan pada artikel selanjutnya..@trismiati





Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Market Day

                                        
"Suasana kegiatan Market Day di PAUD IT Ar Raihan Piyungan"

Saat ini jumlah angka pengangguran di Indonesia masih sangat tinggi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa pada tahun 2017 telah terjadi kenaikan jumlah pengangguran sebesar 10.000 orang sehingga jumlah pengangguran menjadi 7,04 juta orang. Sebagian besar dari jumlah pengangguran tersebut berasal dari usia yang masih sangat produktif dan paling banyak berasal dari lulusan jenjang Sekolah Menengah Atas.

Salah satu penyebab pengangguran adalah rendahnya keahlian khusus atau soft skill yang mereka miliki yaitu kemampuan diluar kemampuan teknis dan  akademis. Kemampuan soft skill lebih mengutamakan kemampuan intra dan interpersonal. Contohnya: kemampuan beradaptasi, komunikasi, mandiri, kreativitas, motivasi, percaya diri, dan lain-lain. 

Masalah pengangguran adalah masalah serius yang harus dicari solusinya karena akan berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat atau kemiskinan dan masalah sosial lain seperti kriminalitas. Salah satu tindakan preventif yang bisa dilakukan yaitu pencegahan pertumbuhan tingkat pengangguran dengan cara meningkatkan perhatian terhadap bidang pendidikan.


Lembaga pendidikan seharusnya mampu menyiapkan lulusan tidak hanya terampil dalam penguasaan ilmu akademis tetapi juga kemampuan soft skill nya. Salah satunya melalui pendidikan kewirausahaan. Jika para lulusan dibekali dengan kemampuan ini, mereka akan lebih siap bersaing dalam mengisi lowongan kerja yang tersedia dan mempunyai jiwa wirausaha sehingga dapat menciptakan lapangan kerja sendiri.


Bagi lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidikan kewirausahaan dapat dikemas melalui kegiatan bermain yang menyenangkan. Bagi anak usia dini targetnya bukan sebagai pelaku tetapi baru sebatas pengenalan. Salah satu program pembelajarannya  melalui kegiatam Market Day (hari pasar). 


Market Day merupakan salah satu alternatif kegiatan pembelajaran kewirausahaan, dimana anak-anak diajarkan bagaimana memasarkan barang kepada orang lain, mengenalkan aktifitas dipasar tradisional, melatih anak untuk berkomunikasi, melatih anak mengambil resiko apabila barang dagangannya kurang begitu laku, melatih anak melayani dengan baik, melatih anak untuk percaya diri, dan lain-lain.  

Dengan kegiatan Market Day ini, diharapkan anak-anak teredukasi sejak usia dini bagaimana cara berjualan yang baik, bagaimana etika ketika dipasar baik sebagai pelaku penjual maupun pembeli, mengenal konsep kejujuran dalam berniaga, mengenal konsep uang sebagai alat pembayaran dan akhirnya mereka akan termotivasi untuk menyukai dunia bisnis.

Dalam kegiatan ini orangtua peserta didik dapat dilibatkan perannya sebagai pembeli atau membantu anak menyiapkan barang dagangan.@trismiati



"Menumbuhkan sikap percaya diri dan berani mengambil resiko"


"Sebagai ajang silaturahmi antara siswa siswi PAUD IT Ar Raihan Piyungan 
dengan SDIT Kholid Bin Walid


"Memotivasi anak untuk bercita-cita menjadi pebisnis"


"Mengenalkan adab makan dan tidak buang sampah sembarangan"


"Menghadirkan suasana riang gembira"

Resolusi Guru 2018



Memasuki awal tahun baru ini, sebaiknya kita merancang resolusi. Apa arti resolusi ? Resolusi adalah semacam impian atau target yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu, bisa tiga bulan, enam bulan, atau satu tahun. Apalagi yang berprofesi sebagai guru akan sangat penting menentukan resolusi. Mengapa penting ? Karena kualitas seorang guru akan sangat menentukan kualitas peserta didiknya.

Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Jadi tugas utama seorang guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan dan menilai peserta didik. Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki empat kompetensi yaitu pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. 


Untuk mencapai ke empat kompetensi tersebut maka seorang guru seharusnya dari waktu ke waktu melakukan peningkatan kualitas yang harus dirancang dalam sebuah pernyataan tertulis, yang disebut RESOLUSI !


Hanya ada satu cara agar guru semakin berkualitas, yaitu belajar. “Berhentilah mereka yang berprofesi sebagai guru jika mereka kurang suka belajar”. Kata-kata tersebut memang benar adanya karena guru dalam bahasa Jawa dapat diartikan sebagai orang yang “di gugu lan di tiru”. Jika gurunya saja tidak mau belajar maka siap-siap saja, peserta didiknya pun juga akan malas belajar.


Lalu, memasuki awal tahun 2018 ini apa resolusi kita sebagai guru ? Apabila masih bingung dengan pencapaian  yang akan menjadi impian dan target, melalui coretan singkat ini penulis sampaikan beberapa contoh resolusi sebagai pilihan. 

Berikut contoh resolusi yang mungkin dapat dibuat oleh seorang guru sebagai sarana peningkatan kualitas:

1. Membuat inovasi pembelajaran baik berupa alat peraga, media, maupun metode pembelajaran. Guru yang kreatif dan inovatif pasti sangat menyenangkan peserta didik.


2. Membimbing peserta didik dalam mengembangkan minat dan bakatnya. 


3. Aktif dalam kepengurusan organisasi profesi. Guru yang terlibat aktif dalam organisasi profesi (tidak hanya sekedar tercatat sebagai pengurus tetapi pasif dalam kerja-kerja kepengurusan) akan terasah kompetensi sosial dan kepribadiannya.


4. Menulis artikel, buku, atau karya tulis lainnya.


5. Aktif mengikuti perlombaan guru. Hasil bukan tujuan tetapi proses lah yang akan menempa seorang guru menjadi pribadi yang pantang menyerah, percaya diri, serta suka akan tantangan.


6. Menguasai teknologi komputer dari yang paling mudah seperti MSword, exel, powerpoint, dan terlebih lagi internet. Guru di jaman sekarang yang tidak mau belajar teknologi bisa dipastikan akan sangat ketinggalan. 


7. Ikut gabung dalam kerja sosial. Mau berkontribusi dalam kerja sosial yang ada disekitar lingkungan kita akan mendapatkan pengalaman berharga yang akan membuka wawasan dan hati kita.


8. Jadi pembicara. Ini bisa dimulai dari lingkup organisasi profesi yang diikuti. Pengalaman menjadi pembicara adalah kita dapat belajar mengkomunikasikan ide dan gagasan pada orang lain secara langsung. Jangan sampai seorang guru hanya mahir berbicara di depan peserta didik tetapi kurang percaya diri ketika diminta berbicara di forum lain.


9. Berjejaring di media social seperti facebook, twitter, dan lain-lain yang dapat memberikan pengalaman social menembus batas ruang dan waktu.


10. Ikut seminar, workshop, pelatihan, atau melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. 


Dan masih banyak lagi resolusi lainnya, lantas apakah semua resolusi yang kita pilih harus tercapai ? Yaa tidaaaaak, tetapi setidaknya adanya resolusi akan membuat aktivitas guru menjadi terarah sehingga menjadikan tindakannya menjadi lebih matang. Jikalau ada resolusi yang tidak tercapai setidaknya kita sudah berusaha. Ada istilah "lebih baik mencoba dan gagal daripada sukses tidak melakukan apa-apa".


Akhirnya resolusi menjadi sebuah pilihan. Apakah kita puas dengan kondisi sekarang yang hanya menjadi “guru biasa” saja ? Ataukah kita ke depan ingin menjadi guru “luar biasa” yang mampu mengembangkan potensi secara optimal sehingga keberadaannya pun akan senantiasa memberikan manfaat bagi peserta didik dan orang lain ?

Itu terserah anda……..

@trismiati








Artikel Aksi Nyata Modul 3.3

  AKSI NYATA MODUL 3 Alhamdulillah dalam modul 3 ini saya sudah melakukan 3 aksi nyata sesuai dengan sub materi yang ada di LMS, meliputi : ...

Popular Posts