Cintaku Terpaut Di PAUD (episode 3)

Perubahan perilaku seseorang merupakan suatu proses kematangan dan dari proses interaksi dengan lingkungan di mana dia bergaul.

Proses perubahan perilaku tersebut pada hakekatnya adalah proses belajar. Ketika seseorang mengalami perubahan perilaku menjadi lebih baik maka bisa dikatakan bahwa dia berhasil dalam belajarnya. 

Masa remaja (usia SMA) dipandang sebagai masa di mana anak berada pada tahap yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan individu. 

Ketidakjelasan ini karena anak  sedang berada dalam masa transisi dari periode kanak-kanak menuju periode orang dewasa. 

Pada masa ini anak membutuhkan lingkungan sosial yang dapat menjadi media pengembangan dirinya.

Di lingkungan sosial anak terutama teman-teman sekolahnya kadang timbul masalah berupa penolakan di karenakan ada perbedaan minat dan kebiasaan. 

Ketika teman-teman lingkungan sosial atau komunitasnya cenderung berperilaku negatif maka anak pun akan sangat mudah terpengaruh karena dia butuh pengakuan.

Pada masa SMA, anak juga mengalami banyak masalah terutama terkait konsep diri. Mereka kadang bingung belum dapat menemukan konsep dirinya sehingga potensi yang dimiliki tidak berkembang maksimal. 

Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkah laku seseorang. Bagaimana seseorang memandang dirinya akan tercermin dari keseluruhan perilakunya. 

#Ibroh kelima : Orang tua perlu menjalin komunikasi intensif dengan anak yang sudah mulai memasuki usia remaja. Jika komunikasi baik pasti akan terjalin hubungan yang harmonis antara ortu dengan anak. Ketika terjadi masalah pada anak, pasti anak merasa nyaman "curhat" pada ortunya. Tidak mencari pelarian di luar lingkungan keluarganya. Maka sangat penting bagi ortu untuk menjadi sahabat bagi anak.

Pada episode lalu sudah saya ceritakan adanya suatu peristiwa yang membawa saya pada perubahan perilaku. Meskipun proses perubahan tersebut harus melalui jalan berliku tetapi justru itulah yang membuat jiwa semakin matang, tidak mudah reaktif ketika menghadapi hal yang kurang menyenangkan dan semakin peka dengan keadaan.

Saya melangkah menapaki jenjang pendidikan di SMA Muhammadiyah 2 Yogya dengan harapan bahwa selama sekolah di sana akan menjadikan diri saya lebih baik lagi. Meskipun saya merasa sangat kecewa tidak jadi masuk pondok pesantren tetapi Alhamdulillah waktu itu tidak sampai patah semangat. Saya belajar untuk berlapang dada.

Awal sebelum masuk sekolah diadakan kegiatan MABICA (Masa Bimbingan Calon Anggota) selama seminggu. Kegiatan ini diadakan dari jam 5.30 s/d 19.00 WIB. Semua siswa tiap hari di minta membawa barang yang aneh-aneh dan sulit di dapat. Bapaklah yang setia antar jemput ke sekolah selama kegiatan MABICA ini. 

Karena saya sudah bertekad untuk tidak banyak menjadi beban bagi ortu maka semua kebutuhan MABICA semaksimal mungkin saya siapkan sendiri. Ortu juga tidak menanyakan perlengkapan apa saja yang harus dibawa selama MABICA. 

Banyak aturan dan tata tertib yang harus dilaksanakan selama masa MABICA. Waktu itu diminta memakai kaos kaki yang panjangnya di atas lutut. Karena saya tidak punya maka cukup menggunting ujung kaos kaki yang saya punya sehingga bisa dinaikkan ke atas. Sepatu keseluruhan harus berwarna hitam. Karena punya saya model sepatu warior yang ada warna putihnya sedikit maka cukup saya spidol hitam. 

Lain hari di suruh membawa bawang putih satu bungkul. Kebetulan di rumah ada bawang tapi tidak satu bungkul utuh. Malam itu saya lembur merangkai bawang pakai lem fox agar bentuknya seperti bawang sebungkul dan pagi harinya ketika ada pemeriksaan sukses tidak ketahuan panitia.

Hari lain semua siswa disuruh membawa pita warna coklat muda. Terpaksa saya bilang ke bapak dan pulangnya langsung mampir ke Kotagede cari toko yang masih buka untuk beli pita. Paginya waktu di cek panitia ternyata masih terlalu tua coklatnya. Hal itu sampai 3 kali saya melakukan kekeliruan soal pita. Karena sudah melakukan kesalahan 3 kali itulah saya kena sidang dari sie ketertiban.

Masuk ruang sidang saya di sambut 3 kakak panitia laki-laki dengan wajah "sangar dan garang". Mereka membentak-bentak disertai mendobrak meja secara bergantian. Saya tatap wajah mereka, sesekali menyampaikan alasan karena toko banyak yang sudah tutup dan warna pita yang saya bawa hari ini sudah lebih muda dari yang kemarin. Mereka gak peduli dengan alasan yang saya sampaikan. Selain di bentak-bentak akhirnya saya di kasih hukuman menulis kalimat "saya tidak akan melakukan kesalahan lagi" sebanyak 2 lembar folio penuh.

Keluar dari ruang sidang saya tidak kuasa menahan air mata. Saya menangis tersedu-sedu dan di hampiri Rekno teman SMP yang masuk MUHA juga. Dia menghiburku dan menyarankan saya masuk UKS saja karena muka nampak pucat sekali. 

Saya menangis sebenarnya bukan masalah di bentak kakak-kakak panitia tetapi waktu itu saya terbayang wajah bapak yang punya sifat super sabar. Apapun kesalahan dan perilaku saya yang kurang baik selama itu, bapak sama sekali belum pernah marah maupun membentak. Hal itu yang membuat saya sangat terharu. 

Saya semakin merasa berdosa sekali dengan kenakalan-kenakalan masa lalu sehingga semakin kuat bertekad untuk menjadi lebih baik.

Sekolah di MUHA membuat pergaulan saya semakin luas karena banyak teman-teman dari luar Yogya. Saya cukup kaget mengamati lingkungan pergaulan di sekolah. Waktu itu saya mengira bahwa sekolah di Muhammadiyah 2 pasti tidak jauh berbeda dengan di pondok pesantren. Siswanya alim-alim dan religius, eh..ternyata perkiraan saya meleset.

Di sekolah saya sering melihat perilaku kakak kelas seperti merokok, mabuk, pacaran kelewat batas, maupun tawuran dengan pelajar sekolah lain. Saat itu marak sekali gank-gank pelajar semacam joxin, xizruh, dsb. Sering ada yang sampai berurusan dengan polisi.

Saya cukup kaget karena selama ini bergaul dengan teman-teman di kampung, meskipun di pandang nakal tetapi tidak sampai berperilaku seperti itu. Masih "lugu" dan wajar kenakalannya.

Saya berangkat ke sekolah kadang naik bis atau kalau sepeda federal adik gak di pakai ya saya pinjam. Sementara teman-teman banyak yang naik motor. Rasanya pengin juga seperti teman-teman, ketika sekolah pakai motor, merayakan ulang tahun, pakai sepatu dan jam tangan mahal, dll. Tapi karena saya sudah bertekad tidak akan membebani ortu akhirnya ketika timbul keinginan-keinginan pengin punya suatu barang ya hanya saya pendam. Bahkan tas sekolah saja saya gak berani minta, hanya pakai punya kakak yang sudah tidak di gunakan. Istilahnya "nglungsur". 

Selama SMA itu saya benar-benar berubah. Saya rajin membantu pekerjaan ibu mulai dari cuci piring, ngepel lantai, cuci baju, menyetrika, menyapu halaman, dsb. Kalau malam bantu ibu membuat kerupuk gandum. Karena libur sekolah masih seperti di SMP hari Jum'at maka waktu luang saya gunakan untuk belajar membuat kerajinan kristik. Ada sekitar 20 an hasil karya saya hasilkan dan sebagian saya kasihkan ke saudara atau teman sebagai kado ketika di undang ke acara ultah.


Salah satu koleksi hasil karyaku
Kelas 2 mulai ada penjurusan melalui tes bakat minat. Hasil tes tersebut saya masuk di A3 (Sosial). Saya paling suka dengan pelajaran Sosiologi dan sangat akrab dengan gurunya. Bu Khomariyah guru Sosiologi pernah pesan ke saya agar kapan-kapan bisa main ke rumah beliau. Ketika liburan saya pun menyempatkan main. Beliau cerita panjang lebar tentang kondisi kelas kami. "Ya Allah Tris..saya kalau ngajar kelas kamu kewalahan. Teman-teman kamu susah sekali di atur". Saya hanya tersenyum mendengar keluhan beliau.

Memang semenjak kelas 2 inilah semakin tampak perilaku kenakalan teman-teman seangkatan terutama teman sekelas. Dan di kelas Sosial 1 itulah gudangnya anak nakal. Pernah mobilnya bu Khomariyah di dorong dari parkiran sampai ke halaman sekolah. Guru keterampilan kami Bu Suminah yang terkenal galak sampai "mutung" tidak mau ngajar lagi gara-gara di papan tulis ada tulisan "Smnh Bnl". Apalagi kalau pelajaran Bahasa Indonesia, banyak yang kabur alias bolos. 

Ada kakak kelas yang "nunggak". Dia dah kelewatan nakalnya (perokok berat, sering ikut tawuran, suka minuman keras, dan sering bawa gambar-gambar porno). Karena duduknya persis di belakang saya maka setiap ada ulangan mata pelajaran selalu mencontek punya saya. Dia anak korban "Broken Home". Bapaknya kerja di pelayaran dan jarang pulang. Ya wajarlah kalau perilakunya seperti itu. Kurang perhatian dan kontrol dari ortunya.

Teman-teman sering sekali menceritakan pengalamannya nonton film di bioskop maupun pengalamannya ketika jalan-jalan sepulang sekolah entah itu ke Malioboro atau tempat wisata lain. Saya hanya bisa mendengar dan melihat kegembiraan mereka. Mungkin itu yang di namakan indahnya masa SMA. Penuh tawa, canda, ceria, dan ingin bebas.

Saya sering diajak tapi tetap bertahan pada pendirian bahwa saya akan membantu pekerjaan ortu yang menumpuk karena di rumah memang tidak ada pembantu. Rumah ortu begitu besar dan halamannya pun luas sehingga butuh tenaga ekstra untuk menjaga kebersihannya. Apalagi bapak seorang Dukuh yang sering sekali ketempatan rapat dusun. Otomatis hampir selalu ketika ada rapat, yang namanya cuci piring dan gelas pasti menumpuk.

Saya waktu itu benar-benar menjadi "anak rumahan". Selain kegiatan mengkristik, saya juga mulai menyukai membaca majalah wanita semacam Gadis, Kartini, dan Femina. Di rumah banyak tersedia berbagai macam majalah dan surat kabar sehingga itu cukup membuat saya terhibur. Tak ketinggalan dengan musik, saya waktu itu sangat senang lagu-lagu slowrock. Yang paling terkesan waktu itu lagunya "Tantangan" nya Hari Moekti dan "Menjelang 17" nya Ikang Fawzi. Bahkan sampai mengoleksi kasetnya.

Suatu hari saya dipanggil ke kantor oleh bu Asmah (kepala sekolah) dan pak Singgih guru olah raga. Bu Asmah mengungkapkan kegalauannya terhadap kondisi kelas sosial satu. Mereka kasih amanah ke saya untuk menjadi mata-mata kelas. Mereka minta untuk selalu mengamati perilaku teman-teman yang sekiranya punya perilaku tidak baik dan menginformasikan ke mereka.

Saya awalnya menolak karena kalau ketahuan pasti teman-teman akan marah. Setelah dijelaskan bahwa itu untuk kebaikan kelas dan juga masa depan teman-teman maka tawaran amanah itu saya terima. Saya waktu itu di minta untuk merahasiakan misi tersebut dari siapapun. Saya hanya berfikir kenapa amanah itu dilimpahkan ke saya bukan pada ketua kelas.

Biasanya setelah saya melaporkan hasil investigasi ke kantor, pasti teman yang saya laporkan itu langsung "tercyduk" dapat surat panggilan guru BP. Kembali dari ruang BP biasanya teman-teman pada marah dan merasa pasti ada teman sekelas yang melaporkan.

Hampir semua yang di panggil guru BP mengira bahwa Rifa lah yang melaporkan karena dia memang sering keluar masuk kantor guru. Sebenarnya dia ke kantor untuk menawarkan kerudung ke para guru. Sering sekali Rifa kena "bully" teman-teman entah itu berbentuk kata-kata kasar maupun sikap yang kurang mengenakkan. 

Ada teman bernama Agus Tujiantoro yang termasuk anak nakal di mata guru. Dia pasti cerita ke saya ketika selesai di interogasi dari ruang BP. Dia merasa heran kenapa guru BP tahu secara detil tentang perilakunya. Saya waktu itu sebenarnya menanggung beban mental mengemban amanah tersebut. Saya merasa kasihan sekali sama Rifa. Tapi karena di pesan agar merahasiakan maka saya menahan untuk tetap diam. 

Sampai lulus rahasia itu tetap terjaga dan baru saya ceritakan tahun 2017 kemarin ketika kami bertemu di forum group WA. Teman-teman pada kaget karena tidak menyangka sama sekali bahwa sayalah pelakunya yang melaporkan. Alhamdulillah kami sudah saling bermaaf-maafan dan mengenang itu semua dengan sikap persahabatan.

Memasuki kelas 3 saya terpilih menjadi salah satu pengurus koperasi siswa dan menjadi sekretaris II. Di situlah saya mulai belajar berorganisasi. Selain sering melakukan koordinasi, kami semua pengurus koperasi juga dapat giliran untuk jaga koperasi. Saya juga mulai belajar berdagang. Saya pinjam kerudung punya Rifa untuk di jual ke teman-teman pengajian remaja masjid. Hasil dari penjualan kerudung saya kumpulkan dan biasanya saya belikan bahan kristik.

Akhirnya saya lulus kelas 3 dengan meraih NEM peringkat ke 2. Saya mencoba mendaftar UMPTN jurusan Sosiologi tetapi tidak lolos. Saya minta ke bapak untuk di daftarkan les ke Bimbingan Belajar Primagama atau yang lainnya untuk selanjutnya tahun depan mencoba daftar UMPTN lagi. 

Tetapi bapak tidak setuju, diam-diam beliau sudah mendaftarkan saya ke STIE'Yo (sekarang UTY) jurusan akuntansi. Saya bilang ke bapak kalau saya kurang suka dengan akuntansi. Tapi bapak tetap dengan pendiriannya, bahkan bapak sudah membayar lunas biaya masuknya dan sudah mengambil kaos untuk OPSPEK.

Rasa kecewa itu muncul lagi pada diri saya. Setelah dulu gagal masuk pondok pesantren, kini harus menerima kepahitan masuk kuliah ke jurusan yang bukan minat saya. Mengingat bapak sudah keluar uang banyak akhirnya dengan terpaksa ku jalani juga semua itu. Saya hanya bisa merenung betapa susahnya mencari ridho Allah karena harus melalui ridho ortu.

#Ibroh keenam : Orang tua perlu mengetahui bakat dan minat anak sejak awal agar dapat mengarahkan pendidikan anak dengan tepat. Pendidikan yang tepat akan menjadikan anak berkembang secara optimal.

Sebelum masuk kuliah (masih libur panjang), kantor KR (Kedaulatan Rakyat) berencana mengadakan tour ke Bali. Bapak sebagai salah satu agen terbaik mendapatkan tiket 2 lembar. Waktu itu saya mendengar percakapan bapak dan ibu tentang siapa yang mau di ajak ke Bali. Ibu berkata, "Ngajak Trismiati wae, ben bocahe seneng". Mungkin karena ibu mengamati saya yang beberapa hari nampak murung akibat di daftarkan di STIE"Yo. 

Akhirnya saya dan bapak yang berangkat ke Bali. Waktu di kapal bapak cerita kalau mendapatkan uang saku dari kantor KR. Bapak bilang ke saya, " nek wis tekan, kowe arep njaluk opo tak tukokke".  Waktu itu saya hanya minta di belikan rompi dan ketika di Bedugul saya pengin naik boat dan bapak pun mengabulkan keinginan saya.


Kenangan di Pulau Bali 


Menatap hari depan dengan setengah hati


Demi baktiku kepada ortu akhirnya saya meneruskan kuliah D3 Akuntansi di STIE"Yo. Karena adik laki-laki saya waktu itu sudah di belikan motor maka sepeda federalnya kupakai kuliah. Melangkah dengan setengah hati menjadikan awal-awal kuliah kurasakan sangat berat. 

Hampir tiap hari masuk kelas selalu terlambat. Kuliah pun hanya bawa buku tulis 1 yang ku taruh di saku celana. Untuk melengkapi catatan mata kuliah dari dosen, saya biasa pinjam buku punya teman lalu minta tolong bulik Sri untuk menulisnya. Rasanya waktu itu yaa kurang semangat. Apalagi kalau harus ngitung deretan angka-angka yang tidak ada wujud uangnya. Pusing tujuh keliling !

Meskipun terseok-seok akhirnya semester 1 dan 2 berhasil saya lalui dengan nilai IP mencapai 3 lebih sedikit. Selama satu tahun kuliah, saya sudah merasakan kebosanan tingkat tinggi. Apalagi menginjak semester 3, deretan mata kuliahnya yang semakin sulit seperti auditing, Sistem Akuntansi, Perpajakan, dsb. membuat mata serasa berkunang-kunang.

Pada saat itulah timbul gejolak pada diri saya. Ada keinginan kuat untuk berhenti kuliah. Tetapi saya selalu teringat kalimat bahwa ridho Allah terletak pada ridho ortu. Akhirnya terjadi perang batin antara keinginan untuk melanjutkan kuliah atau berhenti di tengah jalan. Semua pilihan tentu ada konsekuensinya. 

Dan ketika pilihan itu saya sampaikan ke bapak, beliau nampak tertegun. Apa pilihan saya waktu itu? Tunggu cerita saya selanjutnya. Yang pasti pilihan tersebut mampu "menjadikan hidup saya menjadi lebih hidup"..@trismiati




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Manfaat Kegiatan Eksplorasi Alam

Ketika anak berada pada masa emas (0 - 5 tahun), otak anak mengalami perkembangan yang sangat dahsyat yaitu sekitar 80 %. Pada masa sensitif...

Popular Posts