Pembelajaran Anti Korupsi Dengan Pengaktifan Executive Function Pada Anak Usia Dini

Ada 2 faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi, yaitu faktor yang berasal dari luar dan faktor dari dalam.

Faktor luar terjadi karena adanya kesempatan, sistem kurang mendukung dalam pemberantasan korupsi atau pengawasan yang sangat lemah.

Faktor dari dalam muncul karena ketidakmampuan seseorang mengendalikan keinginan tanpa batas. Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup konsumtif dan materialistis.

Salah satu tindakan preventif atau pencegahan perilaku korupsi yaitu melalui pendidikan anti korupsi dari jenjang PAUD, SD, SMP, SMA bahkan sampai ke perguruan tinggi.

Penanaman nilai-nilai anti korupsi di lembaga pendidikan ini diharapkan dapat memutus mata rantai lingkaran setan korupsi yang saat ini makin merajalela khususnya di Indonesia.

Salah satu metode pembelajaran anti korupsi yang dapat diterapkan pada lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) usia 3-5 tahun yaitu melalui pengaktifan executive function.

Executive Function adalah kemampuan kognitif untuk fokus pada tujuan jangka panjang, misalnya menunda kesenangan sesaat (delay gratification) dan berlatih pada karakter terpuji seperti ketekunan, keteguhan, atau kegigihan dalam kehidupan.

Anak usia dini pasti punya banyak keinginan terhadap barang yang menjadi kesukaannya, misalnya permen, es cream, mainan, baju, dan sebagainya.

Biasanya ketika keinginannya tidak terpenuhi, anak  akan menangis sehingga membuat orang tua tidak tega dan akhirnya memenuhi apa yang menjadi keinginan si anak.

Jika kondisi ini berlangsung terus menerus maka akan membentuk karakter anak bergaya hidup konsumtif, materialistis, malas bekerja, pengin hidup enak secara instan tanpa berusaha, dan tentunya tidak mampu menunda kesenangan sesaat.

Karakter-karakter seperti itulah yang akan dibawa sampai usia dewasa dan ketika ada kesempatan maka dapat terjerumus pada tindakan korupsi. Apalagi jika didukung oleh lingkungan pergaulan sosialita (senang berpesta pora dan foya-foya).

Anak usia dini belajar melalui bermain. Agar anak dapat menerima pesan-pesan nilai moral yang terdapat dalam kegiatan bermain, maka pendidik harus memberikan pengalaman bermain yang bermakna dengan memanfaatkan media pembelajaran.






Ada sebuah percobaan marshmallow stanford yang dilakukan oleh Walter Mischel dari Universitas Stanford untuk mempelajari mengenai kepuasan tertunda. 

Tujuan awal dari percobaan ini adalah untuk mengetahui proses mental yang membuat seseorang menunda kepuasannya saat ini untuk mendapatkan kepuasan yang lebih pada masa mendatang.

Mischel mengetes anak usia 4-5 tahun di TK Bing, mereka dibawa ke sebuah ruangan dan diberi sebuah marshmallow yang ditaruh di meja depan anak. Anak diperbolehkan makan mashmallow setelah 20 menit. 

Jika selama 20 menit mereka bisa bertahan maka Mischel akan menambah hadiah satu marshmallow lagi untuk dimakan.

Hasil dari percobaan ini adalah sepertiga dari anak-anak memakan marshmallow dengan segera, sepertiga lainnya menunggu hingga Mischel kembali dan sisanya berusaha menunggu tetapi akhirnya menyerah setelah waktu yang berbeda-beda. 

Seperti apa reaksi anak-anak dalam mengikuti percobaan tersebut? Simak videonya di sini: 


Bagi ummat Islam, ibadah puasa merupakan sarana untuk melatih jiwa agar dapat menunda kesenangan sesaat untuk mendapatkan derajat ketaqwaan seorang hamba yang kelak akan berbuah syurga. 

Maka sangat tepat jika anak-anak mulai usia dini dilatih untuk berpuasa, apalagi di bulan Ramadhan seperti saat ini pasti lebih mudah penerapannya. Sudahkah ayah bunda menerapkannya? @trismiati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Manfaat Kegiatan Eksplorasi Alam

Ketika anak berada pada masa emas (0 - 5 tahun), otak anak mengalami perkembangan yang sangat dahsyat yaitu sekitar 80 %. Pada masa sensitif...

Popular Posts